Minggu, 31 Januari 2016

CERPEN ISLAM

PELUKKAN TUHAN
Karya Syafrina Robbania

Donika duduk termenung di bawah pohon Beringin. Dia tidak menghiraukan suara riuh yang ia dengar di sekitar tempatnya duduk itu. Baginya itu hanya pelengkap kesedihan. Gadis berusia 13 tahun itu memandangi teman-temannya yang berlarian tanpa menghiraukan keberadaannya. Meskipun waktu istirahat sekolah terasa menyenangkan bagi kebanyakan anak, namun tidak demikian dengan Donika . Ia justru merasa waktu istirahat adalah waktu yang sangat melelahkan dan membingungkan. Mungkin lebih tepatnya itu adalah waktu untuk menyambut mimpi buruk yang datang dalam kesadaran. Mimpi buruk yang tidak bisa dihentikan dengan mata terbuka. Dan hanya menyiksa batinnya.

Tidak ada seorang teman pun yang mengajaknya bermain pada jam istirahat itu. Mereka menjauhi Donika karena rambut Donika yang tidak pernah rapi. Berbeda dengan rambut teman-temannya yang sangat rapi. Donika memang tidak rajin menyisir rambutnya selama 2 minggu ini, karena ada luka bakar di kepalanya. Jika terkena sisir sedikit, akan terasa sakit. Luka itu ia dapat dari kecelakaan yang dialaminya 2 minggu lalu. Saat ia bermain dengan teman-teman di rumahnya. Saat mereka asyik bermain, secara tidak sengaja salah seorang temannya menyenggol sebuah lilin di atas meja. Lilin itu pun jatuh dan mengenai kepala Donika. Dan saat itu pula luka itu singgah di kepala Donika. Menurut dokter, luka bakar itu akan sembuh dalam jangka waktu 2 bulan. Dokter menyarankan agar Donika istirahat saja di rumah. Namun, Donika selalu ingin segera masuk sekolah. Kedua orang tuanya pun tidak bisa berkata apa-apa saat putri pertamanya itu memohon agar diizinkan masuk sekolah. Dan di luar dugaan, semua teman sekolahnya menjauh.

Menurut Donika, rambut yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang dapat menimbulkan dosa besar. Untuk itu, dia sangat bingung dengan ulah teman-temannya. Mereka selalu mengolok-olok Donika semenjak luka itu ada. yang ada di pikirannya saat itu adalah “Apakah rambut dan luka bakar di kepalaku ini adalah pegatur rendah tingginya sikap seseorang terhadapku?”. Dia bingung dengan masalah yang ia hadapi saat ini.
“ Hei rambut jelek, kalau dilihat-lihat, semakin hari semakin jelek aja” Kata salah seorang kawan lamanya yang bernama Mutia.
“ ha ha ha” gelak tawa anak-anak lain semakin melengkapi penderitaan Donika dan membuyarkan lamunannya.

Gadis malang itu hanya bisa bersedih. Memang air matanya tidak terlihat. Karena, semua air matanya berusaha ia bendung. Dia tidak ingin semua temannya semakin senang dengan air mata yang keluar. Dia berusaha untuk tegar agar tidak terlihat lemah. Menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Setelah menangis, keadaan tidak akan benar-benar berubah sebelum luka bakar itu sembuh. Di saat seperti ini, bel masuk sekolah adalah satu-satunya harapan untuk melepaskan Donika dari keadaan ini. Dia hanya bisa pasrah mendengar celotehan teman-temannya yang terdengar seperti paku yang di pukul berulang-ulang di atas meja. Sangat nyaring, berisik dan menusuk telinga. Kalau saja ada alat peredam suara mini, mungkin Donika akan memakainya saat istirahat sekolah, agar suara-suara itu tidak terdengar nyaring di telinganya.
“Kriiinggg….. Kriiiingggg….”
Suara bel masuk terdengar nyaring. Semua anak-anak pun berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Demikian pula dengan Donika. Suara bel itu seperti peri penolongnya.
Di dalam kelas, Donika duduk sendirian. Mutia, kawan yang pernah duduk sebangku dengannya, kini sudah berpindah duduk ke bangku lain. Mutia memilih duduk dengan anak lain, karena ia jijik melihat luka bakar yang ada di kepala Donika. Donika tidak pernah menyangka kalau teman baiknya itu akan meninggalkannya hanya karena luka bakar yang dideritanya. Sebelum luka bakar itu ada, Mutia adalah kawan terbaiknya. Donika memaklumi tingkah Mutia itu. Yang tidak bisa ia terima adalah sikap Mutia yang selalu mengolok-oloknya. Dia tidak habis pikir, Bagaimana bisa kawan sebaik itu sikapnya berubah 1800 hanya karena luka bakar? Semudah itu kah sikap seseorang bisa berubah? Bukankah luka bakarku ini hanya benda mati? Apa yang mereka khawatirkan? Lagipula ini bukanlah penyakit yang menular.
Saat di dalam kelas, kesedihan yang dialami Donika berkurang sedikit demi sedikit. Pelajaran yang diberikan pada saat itu, dapat membantunya melenyapkan gunjingan-gunjingan yang ia terima saat istirahat tadi. Donika mengalihkan konsentrasinya pada penyelesain soal matematika yang ditulis oleh Bu Farida di papan tulis. Ia sangat memperhatikan rumus-rumus yang diberikan oleh Bu Farida. Sebetulnya, Donika bukanlah anak yang rajin. Tapi ia selalu memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru-gurunya pada saat pelajaran. Hal ini lah yang membuatnya selalu mendapatkan nilai bagus pada saat ulangan.
“Apa ada yang bisa menyelesaikan soal ini?” Tanya Bu Farida kepada semua murid yang ada di kelas itu.

Donika mengancungkan tangan seraya berkata “Saya Bu”
“Ya Donika, maju ke depan. Jelaskan jawabanmu kepada semua temanmu.”
Donika maju ke depan dan menjelaskan jawaban dari soal yang dituliskan Bu Farida di papan tulis.
“Karena tinggi Kerucut dapat di cari dengan bayangan segitiga yang berada di dalamnya. Maka, dengan rumus Phytagoras, kita dapat menemukan tinggi dan volume kerucut ini” Donika menjelaskan sambil menulis rumus-rumus untuk menemukan jawaban soal itu.
“Ya benar. Terima kasih dan silahkan duduk Donika.” Ujar Bu Farida seraya tersenyum kepada Donika.
“Apa ada yang perlu ditanyakan anak-anak?” Tanya Bu Farida kepada murid-muridnya yang berada di kelas itu.
Semua siswa hanya menanggapi pertanyaan itu dengan kesunyian. Tak seorang pun diantara mereka yang berbicara. Tentu saja kesunyian yang mereka buat itu bukan karena mengerti atas apa yang dikerjakan Donika. Melainkan karena mereka benci dengan pujian yang diberikan Bu Farida kepada Donika. Menurut mereka, pujian itu tidak pantas diberikan kepada gadis yang menderita luka bakar dengan rambut tidak rapi itu. Donika sedikit tertekan dengan keadaan ini.
“Krinnnnggg….. Krriiiiiinnnggg…. Krriinnngg”

Bel sekolah berbunyi tiga kali, menandakan waktu pulang sekolah telah tiba. Semua anak di SMP 23 Harapan pun pulang. Begitu pula dengan Donika. Ia membereskan semua alat tulisnyha dan memasukkannya ke dalam tas.
“Hei, rambut kusut, jelek banget sih? Mau pulang ya? Hati-hati tuh lukanya ntar leleh kena sinar matahari. Apa butuh kantong plastik buat nutupin? Hah?” ejek Mutia dengan nada yang tidak beraturan.
“Ha ha ha ha ha” Gelak tawa semua anak saling bersautan menangapi ejekan Mutia. Donika hanya bisa menundukkan kepalanya agar teman-temannya tidak melihat air mata yang membasahi pipinya.
“Eh, kamu tadi cari muka banget sih? Walaupun kamu nyelesaikan soal di depan kelas, tetap saja luka bakarmu itu hinggap di kepalamu. Nggak akan merubah keadaan…” ejek Mutia lagi.
“Ha ha ha ha ha” Tawa teman-teman Mutia terdengar saling bersautan.
Donika sudah tidak tahan lagi mendengar berbagai macam hinaan yang dilontarkan oleh Mutia. Ia menangis keluar kelas menuju parkir sekolah dan bergegas mengayuhnya. Dia tidak memperdulikan terik matahari yang menyengat kulitnya. Dia juga tidak perduli dengan pandangan orang-orang di jalanan. Pandangan yang tertuju pada air mata yang membasahi pipi Donika. Angin seolah tak mampu mengeringkan air mata Donika yang keluar dengan kesedihan yang mendalam itu. Saat itu, seluruh pikiran Donika dipenuhi dengan kebencian. Ia sangat benci kepada Mutia yang begitu tega mengejeknya. Ia juga sempat berpikir, Mengapa ia dilahirkan hanya untuk diolok-olok? Kenapa hidupku begitu susah hanya karena luka bakar ini?
***

Donika sampai di rumah dengan pipi yang masih basah karena air mata. Ia membanting tasnya di atas meja ruang tamu. Ia berlari menghampiri ibunya yang sedang memasak di dapur. Ia menangis di pelukan Ibunya. Ibunya membalasnya dengan belaian di kepalanya.
“Ada apa sayang? Temanmu mengejekmu lagu? Sudah, jangan menangis ya? Ada Ibu di sini.” Kata Ibunya lembut.
“Kenapa mereka selalu seperti itu Bu? Seburuk itukah aku?” kata Donika lirih dengan air mata yang masih membasahi pipinya. Ucapannya terdengar terbata-bata karena tangisan yang tidak bisa ia hentikan itu.
“Huuusshh… Mana boleh bicara seperti itu nak? Lihatlah cermin di kamarmu. Kamu adalah satu-satunya gadis tercantik yang ibu miliki. Tidak ada penyesalan sedikit pun Ibu membesarkan gadis secantik dan sepintar kamu.” Kata Ibunya seraya mengusap air mata di pipi Donika.
“Benarkah? Tapi kenapa mereka terus mengejekku Bu?” Tersenyum kepada Donika.
“Mungkin mereka iri dengan apa yang kamu punya saat ini nak. Sudah ya, jangan nangis lagi. Ayo, ikut Ibu jalan-jalan sekarang. Kita cari udara segar supaya kamu nangis lagi ya…” nasihat Ibunya seraya tersenyum kepada anaknya.

Ibu berusia 40 tahun itu berusaha menghibur anaknya. Meskipun dalam hatinya tersimpan kesedihan yang mendalam saat melihat air mata yang membasahi pipi anaknya, ia mencoba untuk dapat terlihat tegar di depan anaknya. Dia sadar, dia tidak bisa mengubah keadaan. Yang dapat dilakukannya saat ini hanyalah mencoba menghadapi keadaan. Keadaan tersulit dalam hidupnya.
Saat mengandung anak gadisnya itu, tidak terbesit sedikit pun pemikiran akan kejadian seperti ini. Ia tidak pernah menduga, keadaan sesulit ini akan dihadapi anaknya pada usia 13 tahun. Kalau saja waktu dapat diubah dengan nyawa. Mungkin ia akan mengorbankan nyawanya agar luka bakar yang ada di kepala Donika bisa hilang. Ia akan melakukan apa pun untuk menghapus air mata yang membasahi pipi Donika. Nyawa tak akan membuatnya berpikir dua kali demi kebahagiaan putrinya.
***

Setelah shalat dzuhur, Donika bergegas mengenakan kaos merah dengan celana hitam lalu duduk ruang tamu. Ia menunggu Ibunya yang sedang shalat dzuhur. Selang beberapa waktu, Ibu Donika keluar dengan pakaian lengan panjang berwarna putih dan bawahan celana panjang berwarna hitam, serta rambutnya terbungkus rapi dalam kerudung berwarna coklat seraya mengambil kunci mobil dan menyuruh Donika agar segera masuk ke dalam mobil.
“Ayo kita berangkat! Kamu sudah siap kan?” Tanya Ibunya.
“Siiiaaappp….” Jawab Donika dengan penuh semangat. Dia paling senang kalau diajak jalan-jalan oleh Ibunya yang sudah terlihat tua itu.
Dalam perjalanan, Donika tampak sangat bahagia saat ibunya mengajaknya berkeliling-keliling menggunakan mobil Kijang yang sudah terlihat tua itu. Namun demikian, mobil tua itu menyimpan banyak kenangan yang berharga bagi Donika dan Ibunya.
“Bu, kelihatnya ice cream itu sangat segar. Bisakah kita berhenti sebentar? Aku ingin membelinya.” Ujar Donika sambil menunjuk ke arah gerobak ice ice cream yang ada di seberang jalan
“Tentu saja nak.” Kata Ibu Donika tersenyum, seraya memarkirkan mobilnya di dekat gerobak penjual ice cream

Setelah turun dari mobil, Donika langsung berlari menuju gerobak ice cream. Ia langsung memesan ice cream rasa coklat kesukaannya.
“Ice cream coklatnya satu ya pak…” ujar Donika kepada Penjual ice cream
“Ini uangnya Pak.” Donika memberikan uangnya dan megambil ice cream coklatnya.
“Terima kasih ya neng.” Ujar penjual ice cream.
Donika tersenyum bahagia sambil menjilati ice cream coklatnya. Kesedihan yang tadi tampak jelas di wajahnya, kini telah hilang. Ibunya tersenyum bahagia melihat senyum lebar yang tergambar jelas di wajah Donika. Senyum itu menyejukkan hati Ibu Donika. Melihat anaknya bahagia terasa seperti melihat surga. Ia selalu berpikir bahwa hidupnya diciptakan hanya untuk membesarkan dan membahagiakan anak gadisnya itu. Ia juga selalu bersyukur kepada Tuhan atas hembusan nafas yang masih dirasakannya sampai saat ini. Tanpa hembusan nafas yang diberikan Tuhan, dia tidak tahu bagamana kehidupan anak gadisnya itu. Dia tidak bisa membayangkan hal itu terjadi, karena ia selalu ingin berada di dekat Donika. Dia ingin selalu melihat kebahagiaan Donika. Meskipun ia juga mempunyai suami sangat menyayangi keluaraganya, ia selalu ingin menjadi yang terbaik bagi Donika.
“Ibu, ice creamnya sudah habis. Apakah kita jalan-jalan lagi?” kata Donika membuyarkan lamunan Ibunya.
“Tentu saja nak.. naiklah ke dalam mobil.” Jawab Ibunya dengan senyum lebar mengembang di wajahnya.
Mobil Kijang tua itu pun kembali melaju dengan senyum kegembiraan orang-orang yang ada di dalamnya.
Dalam perjalanan, Donika sesekali tertawa lepas karena cerita lucu yang sengaja dibuat oleh Ibunya. Ibunya tahu bagaimana cara menghibur anak gadisnya itu. Namun, saat Ibu Donika kehabisan cerita, Donika akan kembali terdiam dan menyibukkan diri dengan melihat toko-toko yang ada di pinggir jalan.

Hari semakin sore, Donika terlihat mengantuk. Ibunya pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Donika tertidur lelap saat perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, ia membangunkan Donika.
“Nak, bangun nak, ini sudah sampai” kata Ibu Donika membangunkan anaknya.
“Hhhhooooaaammm… baik Bu” kata Donika sambil dan menutup mulutnya yang menguap itu.
“Kamu shalat ashar dulu ya. Setelah shalat, jangan tidur dulu ya cantik..! Gak baik anak perempuan tidur saat menjelang maghrib.”
“Baik Bu…” jawab Donika sambil bergegas menuju kamar mandi.
****

Pukul lima sore, Ayah Donika datang. Donika sangat menanti saat-saat ini. Dia langsung memeluk ayahnya.
“Anak cantik apa sudah mandi ini? Baunya kok masih kecut gini ya?” kata ayahnya menggoda seraya memeluk anak gadisnya itu.
“Heemmbb…. Ayah,,, aku sudah mandi yah… bau kecut dari mana sih? Ayah tu yang belum mandi makanya bau kecut.” Jawab Donika dengan memanyunkan mulutnya. Ia tahu kalau ayahnya sedang menggodanya. Setelah itu, ia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya.
****

Adzan Maghrib terdengar berkumandang. Donika langsung bergegas mengambil wudlu untuk menunaikan shalat. Ia sudah terbiasa melakukan shalat tepat waktu. Setelah shalat Maghrib, ia selalu menyempatkan diri untuk mengaji. Baginya, mengaji adalah waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Berkomunikasi atas masalah yang ia hadapi di dunia yang kelam ini. Dia tidak pernah menuliskan masalah-masalah yang ia hadapi ke dalam buku Diary seperti yang biasanya dilakukan oleh anak perempuan yang seumuran dengannya. Karena menurutnya, menulis Diary tidak akan menyelesaikan masalah. Meskipun menurut sebagian orang menulis Diary dapat melegakan hati. Tapi, menulis di buku Diary tidak akan menyelesaikan masalah. Berbeda dengn mengaji. Dengan mengaji, Donika akan merasa lega, dan masalah akan terselesaikan dengan sendirinya di luar dugaan. Hal ini sudah pernah dialami Donika saat ia terpuruk karena adik laki-laki yang berusia 5 tahun yang sangat dicintanya meninggal dunia tahun lalu. Ia bisa menghadapi semua itu karena bantuan Tuhan yang memudahkan semua jalan yang dia alami. Karena itu, ia yakin, pada saat mengaji hatinya akan tentram.

Terkadang, secara tidak sadar, air matanya akan mengalir keluar saat mengaji. Ia tidak pernah menduga, hal seperti ini bisa terjadi. Bukan karena ia merasa terbebani atas masalah yang ada. Ia menangis karena pada saat mengaji, ia membayangkan Tuhan ada di depannya dan mendengar atas masalah-masalah yang dialaminya. Ia juga membayangkan berada di pelukan Tuhan. Tuhan yang selalu ada untuknya, Tuhan yang selalu mendengar masalah-masalahnya. Dan Tuhan yang selalu memberikan kehidupan yang patut disyukuri.
****

Pukul 9 malam, setelah shalat Isya’, Donika bergegas menuju tempat tidurnya. Selang beberapa waktu, Ibu Donika masuk ke dalam kamar Donika. Ia hanya ingin memastikan, Donika bisa tertidur dengan nyenyak tanpa memikirkan masalah yang Donika alami di sekolah tadi. Dan setelah ia periksa, ternyata Donika sudah tertidur. Ia menghampiri anaknya itu dan mencium keningnya dengan perlahan. Ia tidak ingin mebangunkan Donika yang sudah terlihat tidur pulas. Tapi, ia beranjak akan berdiri, sempat dikagetkan oleh pelukan yang tiba-tiba datang dari arah belakang. Ia bisa menebak bahwa itu adalah pelukan anak gadisnya. Ia membalikkan badannya, dan memeluk Donika.
“Aku sayang Ibu.” Bisik Donika di telinga Ibunya.
“Aku juga sayang kamu nak.” Jawab ibunya seraya membelai rambut Donika.
Kemudian Donika kembali ke tempat tidurnya. Ibunya belum ingin beranjak pergi meninggalkan kamar anaknya. Ia mengelu-elus rambut Donika, sedangkan Donika memeluk kaki Ibunya. Dan beberapa waktu kemudian, Donika pun tertidur pulas. Ibunya pun meninggalkannya dengan perlahan dengan maksud tidak ingin Donika terbangun.
****

Keesokan harinya, Donika kembali bersiap pergi ke sekolah. Ia siap menghadapi segala kemungkinan kejadian yang mungkin dapat menyakitkan hatinya. Ia mengenakan pakain seragamnya dengan penuh semangat. Namun, ia dikagetkan dengan kedatangan Ibunya yang membawakannya pakaian seragam putih lengan panjang, rok biru panjang serta kerudung putih yang siap untuk dikenakan.
“Nak,, ini Ibu belikan kamu seragam sekolah baru lengkap dengan kerudungnya. Apa kmu senang?” Tanya Ibu Donika.
“Benarkah..? Terima kasih Ibu. Ini bisa membantu menutupi lukaku. Aku sangat senang Bu. Terima kasih banyak Ibu. Aku sayang Ibu.” Kata Donika bahagia seraya memeluk Ibunya dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
“Ia nak… Ibu juga senang kalau kamu senang…” kata Ibu Donika senang, serta membalas pelukan Donika.
Wanita separuh baya itu terlihat sangat senang. Ia sengaja membelikan seragam dan kerudung itu karena ia tidak ingin lagi melihat tangisan anaknya. Tangisan yang bisa menghancurkan hatinya.
****

Setelah menghsbiskan sarapannya, ia bergegas bersiap pergi ke sekolah. Ia mencium tangan dan pipi Ibunya
“Donika berangkat Bu. Assalamu’alaikum….” Pamit Donika dengan senyum yang tidak henti-hentinya ia perlihatkan. Ia segera bergegas naik mobil milik Ayahnya.

Di tengah perjalanan, Donika merenungkan atas kebahagiaan yang ia alami saat itu. Donika sadar bahwa Tuhan menjawab curahan hatinya tadi malam. Tuhan juga telah menyampaikan sebuah teguran melalui Ibunya. Teguran untuk memakai kerudung dan menutup aurot. Kerudung yang dapat menutupi semua lukanya. Luka dari yang dideritanya dan luka di dalam hatinya. Donika juga baru sadar, Tuhan telah mengirimkan malaikat yang selalu ada di sampingnya. Malaikat yang selalu membantunya untuk menghadapi semua masalah-masalah yang tidak berujung. Malikat itu adalah Ibu yang selalu ada di sampinya di kala suka maupun duka.

Sejak saat itu, ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengabaikan omongan teman-temannya di sekolahan. Ia sadar, teman bukanlah prioritas utama saat sekolah. Senyum bangga orang tua akan kesusesannya di masa depan adalah sesuatu yang harus diwujudkannya. Tanpa teman, hidupnya akan baik-baik saja. Karena ia masih punya Tuhan dan orang tua yang sangat menyayangi dan selalu ada untuknya.

SUMBER : http://www.anekacerpen.com/2012/11/pelukkan-tuhan-cerpen-islam.html

CERPEN CINTA ISLAMI

CINTAKU BERLABUH DI MESIR
Karya Irna Octarina

Narina masih saja sibuk dengan komputernya, ia tengah melengkapi data-data yang harus ia bawa ke Mesir. Pikirannya masih kacau balau, ibunya bersikukuh untuk tidak mengijinkannya pergi ke Mesir.
Ditengah kesibukannya, Ibu Nafisah memanggil anaknya,
“Narina ayo keluar dari kamarmu, sekarang sudah waktunya makan siang. Sudah sejak tadi pagi kau tidak keluar kamar.”

Dengan setengah berlari ia pun keluar kamar, jilbabnya yang anggun membuat ia terlihat lebih cantik, “Ia bu, tunggu sebentar.” Ia segera duduk dan bersiap untuk makan, sebelum makan ia mencuci tangannya terlebih dahulu.
“Ayah mana bu? Kok dia gak makan bareng kita?”
“Ayahmu sedang keluar sebentar, ngga lama lagi ayahmu juga pulang nak.”
“ Oh ya bu, rencananya minggu depan aku akan berangkat ke Mesir. Semua data-data yang aku butuhkan sudah hampir selesai…
Belum selesai bicara, ibunya langsung memotong ucapan anaknya, “ Sudah berapa kali ibu bilang, ibu tak akan pernah mengijinkan kamu untuk pergi ke Mesir. Buat apa sih nak kamu kuliah jauh-jauh disana? Di Jakarta kan juga banyak Universitas Islam yang bagus,”
“Tapi bu kesempatan untuk kuliah disana hanya sekali,” tanpa sadar air matanya pun menetes.
Memang berat bila ia harus berpisah dengan ibunya, terlebih lagi ia akan berada di Mesir selama kurang lebih empat tahun dan belum tentu ia dapat pulang setiap tahun untuk menemui ibunya. Kepergiannya ke Mesir untuk melanjutkan pendidikannya, ia mendapatkan beasiswa di Al Azhar University Cairo. Sejak kecil ia selalu bermimpi untuk pergi ke Mesir dan melihat betapa indahnya Sungai Nil, dan impiannya kini sudah ada di depan mata.
“Tolong ijinkan aku bu, aku hanya beberapa tahun saja disana, aku akan selalu memberi kabar pada ibu. Aku tak akan pernah lupa pada ibu yang sangat aku sayangi,”
“Apapun alasanmu tetap saja ibu tak rela bila harus hidup sendirian tanpamu nak, ibu sangat menyayangimu. Ibu tak ingin kehilangan anak semata wayang ibu, huhuhu (ibunya pun ikut menangis).

Ayahnya pun masuk segera masuk ke dalam rumah ketika ia mendengar suara tangisan yang terdengar dari teras rumah.
“Kenapa kalian berdua menangis?” Tanya sang ayah kebingungan.
“Ibu tetap tidak mengijinkanku untuk berangkat ke Mesir ayah, aku sudah tidak tau harus bagaimana lagi.”
“Sudahlah bu biarkan anakmu memilih jalan hidupnya, ia sudah dewasa dan ayah yakin kalau ia bisa menjaga dirinya baik-baik.”
“Iya bu, benar apa kata ayah. Aku yakin bisa menjaga diri disana, di Mesir aku juga tidak sendiri. Aku ditemani Hikami dan Amalia, mereka juga kuliah disana,”
“Huh yasudahlah terserah kalian … tapi jika terjadi apa-apa pada Narina, ayah yang akan ibu salahkan.”
Akhirnya Ibu Nafisah mengijinkan kepergian anaknya ke Mesir. Memang berat melepaskan anak semata wayangnya untuk hidup mandiri di Mesir. Ia sangat menyayangi Narina dan kemana saja Narina pergi selalu ditemani ibunya. Wajah mereka pun sangat mirip, bahkan terkadang ada orang yang mengira bahwa mereka adalah kakak beradik. Perbedaan umur diantara mereka juga tidak berbeda jauh, ibunya baru berusia 37 tahun dan anaknya 20 tahun lebih muda dari usianya kini.
***

Tibalah hari yang ia tunggu-tunggu, hari ini adalah hari keberangkatannya ke Mesir. Ia memasukkan semua perlengkapan pribadinya ke dalam koper birunya. Tak lupa ia membawa Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 & 2 karangan Habiburrahman El Shirazy, ia sangat menyukai novel itu. Baginya begitu banyak ilmu yang ia dapatkan dari novel itu. Setelah selesai menyiapkan perlengkapannya, ia langsung mengambil air wudhu untuk Salat Dhuha. Ia masih punya waktu setengah jam lagi sebelum berangkat ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Sebelum berangkat ia menyempatkan diri untuk menelpon kedua temannya, Hikami dan Amalia, ia ingin memastikan bahwa kedua temannya sudah siap untuk berangkat ke Mesir. Setelah itu tak lupa ia berpamitan kepada kedua orang tuanya,
Narina pun berangkat, tak lupa ia mencium tangan kedua orang tuanya. Baru beberapa langkah berjalan, ia lalu memalingkan tubuhnya dan kembali untuk memeluk ibunya. Tak terasa air matanya mengalir membasahi jilbab biru mudanya, ia begitu sedih harus berpisah untuk sementara waktu dengan ibunya tapi di sisi lain ia juga tak bisa menyia-nyiakan kesempatan untuk kuliah di Mesir.

Sudah lima jam ia berada di dalam pesawat, perjalannya masih sekitar tujuh jam lagi tetapi ia belum bisa tertidur. Padahal Amalia sudah tertidur pulas, sedangkan Hikami masih saja fokus dengan bukunya. Anak yang satu ini memang suka sekali membaca buku, baginya waktu terasa hambar bila ia tak membaca buku. Narina lalu memutuskan untuk memasang headset dan memutar sebuah lagu favoritnya,

Bertuturlah cinta
Mengucap satu nama
Seindah goresan sabdamu dalam kitabku
Cinta yang bertasbih
Mengutus hati ini
Kusandarkan hidup dan matiku padamu
Bisikkan doaku dalam butiran tasbih
Kupanjatkan pintaku padamu Maha Cinta
Sudah diubun-ubun cinta mengusik resah
Tak bisa kupaksa walau hatiku menjerit
Ketika cinta bertasbih nadiku berdenyut merdu
Kembang kempis dadaku merangkai butir cinta
Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang
Sujud syukur pada-Mu atas segala cinta

Akhirnya ia pun tertidur dalam bait-bait lagu Ketika Cinta Bertasbih, sejurus kemudian ia sudah tiba di Mesir. Hikami membangunkan kedua temannya, sejak tadi pagi Hikami belum memejamkan mata sehingga wajahnya terlihat agak pucat. Mereka pun segera turun dari pesawat dan menuju rumah yang telah disewa oleh Amalia. Kebetulan salah satu kerabat dari Amalia ada yang tinggal di Mesir dan rumah itu sudah tidak ditempati lagi. Wajah Narina tampak begitu bahagia ketika menapakkan kakinya di Mesir, ia seolah tak percaya.
Setelah tiba di rumah, tak lupa Narina memberi kabar pada orang tuanya di Indonesia. Mereka bertiga langsung membersihkan rumah dan beristirahat sejenak untuk melepas lelah. Ada dua kamar, satu kamar untuk Narina dan yang satunya lagi untuk Hikami dan Amalia. Mereka begitu kelelahan, tetapi Narina memutuskan keluar sebentar untuk mencari makanan. Narina melihat pemandangan di sekelilingnya, begitu banyak wanita bercadar disana. Lalu ia berhenti sejenak ketika ada rumah makan yang menjual makanan asli Indonesia. Ia memperhatikan semua menu yang tersedia, tampaknya ia agak sedikit bingung harus memesan apa. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli 3 bungkus nasi, rendang, sayur nangka, dan es teh. Semuanya dibungkus untuk ia makan bersama kedua temannya. Saat ia ingin keluar, ia hampir bertabrakan dengan seorang lelaki yang sepertinya orang Indonesia juga.
“Maaf maaf, saya sedang terburu-buru.” Ujar lelaki itu dengan nafas yang terengah-engah.
“Iya ngga apa-apa”, sepintas ia terpesona oleh lelaki itu. Wajahnya yang terlihat lelah seperti orang yang tidak tidur semalaman tapi aura yang dipancarkannya begitu memikat bagi siapapun yang melihatnya.
Ternyata kedua temannya sudah bangun dan tengah menonton tv di rumah.
“Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam,” jawab kedua temannya hampir bersamaan. “Dari mana kamu Na?”
“Ini aku beli makanan, aku tau pasti kalian laper banget,’’ tanpa disuruh Amalia langsung mengambil piring dan gelas. Ia sudah tidak bisa lagi menahan rasa laparnya. Dan lusa adalah hari pertama mereka kuliah, kebetulan Amalia mengambil jurusan yang sama dengan Narina, yakni jurusan Sejarah dan Peradaban Islam sedangkan Hikami mengambil jurusan Perbandingan Agama.
“Ternyata Al-Azhar gede benget ya, duh ga nyesel deh kuliah disini. Meskipun aku ga dapet beasiswa seperti kalian, tapi aku seneng bisa satu universitas sama kalian.” Kata Amalia. Kebetulan Narina tidak sekelas dengan Amalia, maka ia mencari kelasnya sendiri. Saat ia sedang kebingungan mencari kelasnya, lalu ada seorang lelaki yang menghampirinya, “Lagi bingung nyari kelas ya? Tanya lelaki itu,

Seketika itu juga Narina kaget bukan kepalang, ternyata lelaki yang waktu itu pernah membuatnya terpesona kini ada di hadapannya. Dengan sedikit gugup ia menjawab pertanyaan lelaki tadi, “Ia, dan saya mahasiswa baru disini,” Lalu mereka saling berkenalan, lelaki itu bernama Andi Hanif Rahman. Ternyata Andi juga kuliah di Al-Azhar dan berada dalam jurusan yang sama, tetapi Andi satu tingkat diatas Narina. Ada sedikit rasa senang di hatinya saat ia tau siapa nama lelaki itu, ia merasa apakah ia sedang jatuh cinta atau tidak.
***

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan. Tak terasa ia sudah tiga tahun di Mesir, rasanya sudah begitu lama ia tak bertemu dengan ibunya. Rasa rindunya sudah tak tertahankan lagi, terkadang ia menangis dalam sujudnya di malam hari. Pemandangan sungai nil yang begitu indah, membuatnya semakin sedih. Seandainya saja saat ini ada sang ibu yang menemaninya, pasti kebahagiaannya di Mesir akan lengkap sudah. Butir demi butir air matanya menetes, hembusan angin merasuk ke dalam tubuh dan jiwanya. Tanpa sadar ternyata ada seorang lelaki yang berdiri di sampingnya, ia pun segera mengusap air matanya dengan tisu yang ada di sakunya.
“Kuperhatikan sejak tadi, mengapa kau menangis? Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu,” Tanya Andi.
Dengan suara serak ia pun membuka suara,”Aku rindu pada ibuku, sudah 3 tahun aku tak bertemu dengannya, oh ya kenapa ka Andi bisa ada disini?”
‘’Hehe sebenarnya aku mengikutimu sejak kau pulang kuliah, kelihatannya kau sangat sedih dan begitu terburu-buru,”
“Ah, mana mungkin kakak ngikutin aku. Hehe kakak ini ada-ada aja,” akhirnya ia pun sudah mulai bisa tersenyum. “Kakak masih inget ngga waktu kita ketemu di rumah makan? Tepatnya tiga tahun yang lalu,”
“Ya iyalah, kakak inget banget malah. Kakak kan suka sama kamu sejak kita ketemu waktu itu…”

Wajah Narina terlihat memerah, sepertinya ia malu dan tidak tau harus berkata apa. Mereka diam sejenak, tak ada yang berani untuk membuka suara. Narina malah pulang ke rumahnya, Andi hendak mengejarnya tapi ia tak punya keberanian. Sebenarnya Andi tak berniat untuk mengatakan itu pada Narina, tapi kata-kata itu keluar seketika dari mulutnya. Ia memang jatuh hati pada Narina sejak pertama kali ia bertemu. Waktu itu ia hampir telat untuk masuk kerja jadi ia terburu-buru dan hampir menabrak Narina. Sejak saat itu ia penasaran dengan sosok gadis itu, sampai akhirnya ia bertemu lagi dengan Narina di Universitas Al-Azhar. Ia semakin sering memperhatikan Narina saat gadis itu berada di kampus, tetapi Narina tak pernah menyadarinya. Baginya, Narina adalah sosok yang sederhana, lemah lembut dan ia bagaikan bunga yang bermekaran di musim semi. Narina cukup terkenal di kampusnya, ia adalah mahasiswi yang cerdas. Ia pun aktif dalam kegiatan-kegiatan kampus.

Setibanya di rumah, Narina langsung masuk ke dalam kamarnya dan menangis hingga sesenggukan. Kedua temannya langsung menghampiri Narina, lalu Narina menceritakan apa yang ia alami hari ini kepada kedua temannya. Termasuk awal mula pertemuannya dengan Andi dan perasaan yang ia pendam pada Andi.
“Ya ampun Narina, kenapa kamu gak bilang ke Andi kalo kamu juga suka sama dia? Jelas-jelas kalian kan saling cinta,” tutur Lia,
“Tapi aku ga mau kalo kak Andi suka sama aku,”
Hikami dan Amalia langsung saling berpandangan, mereka bingung mengapa Narina bersikap seperti itu.” Aku itu ga mau kalo nantinya aku malah pacaran sama kak Andi, aku takut kalo kuliah aku jadi terganggu. Disini aku tinggal satu tahun lagi, aku pengen pulang ke Indonesia dengan gelar sarjana terbaik jadi aku gak pengen ngerusak impian aku itu dengan pacaran,” ungkap Narina.
Dengan spontannya, Lia langsung megeluarkan idenya, “ Emm gimana kalo kamu nikah aja? Kak Andi juga udah lulus, kan ga ada larangan menikah buat mahasiswa.”
Saran dari Lia hanya membuatnya semakin bingung, akhirnya ia memutuskan untuk menjauhi Andi selama beberapa waktu. Ia butuh waktu untuk memikirkan masa depannya itu.
***

Sudah hampir sepuluh bulan Narina tidak bertemu dengan Andi, ada rasa rindu yang terbersit dalam hatinya tapi ia memilih untuk menahan rasa rindunya itu. Padahal Andi selalu berusaha untuk menemuinya, tapi ia selalu menolak. Ada saja alasan yang dibuat oleh Narina, padahal Andi telah membulatkan tekadnya untuk melamar Narina.
Dan sepuluh bulan setelah kelulusannya, usaha yang Andi rintis semakin maju. Setelah menyelesaikan kuliahnya, ia mencoba bisnis berbagai macam pakaian muslim secara online dan omset yang ia dapatkan sangat memuaskan. Mungkin cukup untuk biaya pernikahannya kelak, tapi belum ada jodoh yang tepat untuknya. Padahal banyak gadis yang menyukainya tapi entah mengapa ia selalu menolaknya. Hanya Narina yang selalu ada di pikirannya, ia yakin suatu saat nanti ia bisa mempersunting gadis pujaannya itu. Ia bertekad untuk selalu menunggu Narina, sampai gadis itu mau menerima ia sebagai suaminya.

Tak terasa, hari kelulusan itu telah tiba dan Narina dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik di kampusnya. Betapa bahagia dan terharunya dia, ia pun tak sabar untuk kembali ke tanah air dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Ia pun memutuskan untuk segera pulang ke Indonesia bersama Amalia. Sementara Hikami memilih untuk melanjutkan S2 nya, meskipun ada sedikit rasa sedih karena ia harus berpisah dengan kedua temannya tapi ia mencoba untuk tetap tegar karena ia memang bercita-cita untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Narina pun pulang tanpa sempat memberi kabar kepada Andi, karena ia sudah terburu-buru.
Dua belas jam di pesawat, membuatnya kelelahan. Tapi setibanya di rumah, seolah rasa lelah itu hilang sudah. Ia langsung memeluk kedua orang tuanya dan menangis di pundak ibunya. Mereka saling melepas rindu, lalu sang ibu bertanya pada Narina, “Ibu bangga sama kamu nak, kamu bisa memberikan yang terbaik. Lalu bagaimana dengan jodohmu nak, apakah kau sudah menemukan jodoh yang tepat di Mesir?”

Seketika itu juga Narina merasa seolah tubuhnya bak tersiram air panas, ia teringat dengan Andi. Ia tidak sempat menemui Andi, bagaimana nasib andi sekarang, semua itu hanya terbenak dalam pikirannya.
“Ditanya ko malah diem?”, ucap ibunya.

Ia mulai membuka suara, dengan terbata-bata ia menceritakan pada ibunya bahwa ia sudah menemukan lelaki yang ia dambakan tapi ia malah menjauhinya.
“Yasudah nak gak apa-apa, kalo jodoh gak akan kemana,”
Lalu ia masuk kedalam kamar, ia masih memikirkan Andi. Bagaimana Andi sekarang, sudah hampir setahun ia menjauhi Andi. Apakah Andi masih menyukainya,
***

Ibu Nafisah ingin sekali ke Mesir, maka sang Ayah mengajak istri dan anaknya untuk berlibur di Mesir selama beberapa pekan. Di sisi lain, Andi masih terus mencari Narina. Setelah Narina lulus, ia tak pernah memberi kabar pada Andi tapi tetap saja Andi setia menunggu Narina.
Saat Narina hendak berkunjung ke rumah Hikami, ia bertemu dengan Andi. Ingin rasanya ia memeluk Andi untuk menghilangkan rasa rindunya selama ini tapi ia tak bisa. Mereka berdua menangis dan saling bertatapan, Andi tak menyangka penantiannya selama ini membuahkan hasil.
“Narina aku sangat menyayangimu, selama ini aku selalu menunggumu tapi kau tak pernah ada kabar. Aku tak ingin bila harus kehilanganmu lagi, maka maukah kau menikah denganku?”

Narina pun tak bisa menjawab, ia merasa sangat terharu. Inilah saat-saat yang selalu ia tunggu. “Huhuhu aku juga sayang sama kakak, kalau begitu temui orang tuaku dan nikahi aku.”
“Baiklah kalau begitu, akan kusuruh teman-temanku untuk memanggil penghulu dan surat-surat pernikahan akan diurus secepatnya,”
Sesampainya di hotel, Andi langsung meminta ijin pada orang tua Narina untuk menikahi anaknya nanti malam ba’da Isya dan orang tua Narina menyetujuinya.
Setelah azan isya berkumandang, semua teman-teman Narina dan Andi yang berada di Mesir ikut datang untuk menyaksikan prosesi akad nikah mereka. Narina terlihat begitu cantik dengan pakaiannya yang serba putih, Andi juga terlihat tampan. Akad nikah mereka cukup sederhana.

Narina begitu bahagia, kini ia telah menemukan cinta sejatinya. Ia pun sempat meneteskan air mata saat Andi berkata,” Saya terima nikah dan kawinnya Narina Najmatunnisa binti Husein dengan seperangkat alat solat dibayar tunai.”
Semua hadirin pun turut berbahagia, akhirnya cinta Narina Najmatunnisa dan Andi Hanif Rahman berlabuh di Mesir.

SUMBER: http://www.anekacerpen.com/2012/11/cerpen-cinta-islami-cintaku-berlabuh-di.html

Rabu, 27 Januari 2016

CERPEN

SOMEDAY A DREAM WILL BECOME TRUE
Karya Muthiah

Ujian akhir sekolah hampir datang. Masa putih abu-abuku pun juga akan segera berakhir. Selesai sudah semuanya. Cerita indah tentang teman putih abu-abuku, tapi tidak untuk diriku. Karena ini adalah awal untukku memulai petualangan hidupku.

Awal memasuki kelas XII.
Seperti biasa semua menjadi terasa berat.meskipun sudah dua kali aku menghadapi ujian seperti ini, tapi tetap saja terasa berat. Mungkin ini adalah puncak dari yang sebelumnya. Aku harus mempelajari semuanya lagi dari awal untuk menghadapi pertempuran yang menguras banyak tenaga juga pikiran. Belum lagi banyaknya pilihan yang menanti setelah ujian. Hahhh, rasanya ingin berhenti, tapi inilah hidup. Tidak akan berarti tanpa sebuah ujian. Perjuangan demi perjuangan mulai aku lakukan, setiap pagi melangkah ke sekolah hingga pulang sekolah di sore hari, hanya rasa lelah juga gelisah yang mendampingiku. Bahkan untuk makan dan tidur pun tak tenang. Perasaan takut akan sebuah kegagalan selalu menghantui diriku. Hanya malam yang sunyi yang bisa menenangkan jiwaku disaat aku menghadap yang maha segalanya. Dan memang benar, kita tak perlu takut jika kita terus mendekat pada-Nya disela-sela kesibukan kita dengan ujian tersebut.
Disela-sela kesibukanku, aku juga harus memikirkan masa depanku. Tujuanku jika ujian ini berhasil, dan tentunya harus berhasil. Hanya perlu yakin pada diri sendiri dan juga tak lupa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mulai dari instansi pendidikan, pekerjaan datang menghampiri. Saat aku mulai yakin pada satu tujuan, tujuan lain datang. Aku hampir putus asa, atau mungkin sudah menyerah saat ayahku tidak mendukung tujuanku. Aku langsung roboh, hilang semua semangat yang sudah aku kumpulkan selama ini. Tujuanku sebenarnya sederhana, aku hanya ingin bisa kuliah juga bekerja secara bersamaan. Menggapai mimpiku menjadi seorang guru matematika, dan pastinya tanpa membebani orang tua. Setidaknya itulah yang aku inginkan sejak kecil. Tapi orang ayahku terlalu kolot, “Buat apa kuliah,? Cuma menghabiskan uang saja. Mendingan langsung kerja.” Kata ayahku.

Saat itu aku sangat kecewa, tak lagi bersemangat untuk meneruskan semuanya. Aku terombang ambing tanpa tujuan. Bahkan aku hampir saja lupa pada mimpi-mimpiku. Aku tak tahu harus bagaimana, dan saat aku merasa semua hanya tinggal mimpi ibu dan kakakku datang. Mereka memang selalu ada disaat aku membutuhkannya. Disaat semua berusaha untuk menjatuhkanku, maka merekalah yang akan datang untuk mengangkat diriku. Bagi mereka mimpiku adalah sebuah kebahagiaan yang harus diwujudkan. Meskipun dengan susah payah, tapi mereka terus berusaha. Perlahan aku bangkit kembali, aku sadar aku tidak boleh mudah putus asa. Semua itu juga ujian. Sama halnya dengan ujian sekolah yang akan aku lakukan nanti.

Bukan hanya kakak dan ibuku yang berjuang. Aku pun ikut berjuang. Disela-sela waktu sambil belajar aku membantu ibu membuat anyaman dari bambu. Maklum aku bukan anak yang terlahir ditengah-tengah keluarga yang kaya. Terkadang aku merasa sedih saat mengingat semua itu, untuk meneruskan sekolahpun aku harus ikut bekerja membantu orang tua. ‘aku juga ingin seperti temanku yang segalanya hanya tinggal meminta.’ Kata-kata itu yang selalu melintas dipikiranku. Hingga membuatku mudah menyerah. Aku harus bergelut dengan rasa letih, mengantuk hingga tak aneh jika aku sering tertidur saat pelajaran berlangsung. Tapi aku ingat, aku tidak sendiri. Kakak dan ibuku juga ikut berjuang, mereka terus mengangkatku saat aku terjatuh. Saat aku berada dikegelapan merekalah yang menerangiku. Mereka siap mempertaruhkan segalanya untuk diriku, hanya untuk mimpi-mimpiku. Karena mereka yakin aku bisa. Itulah yang membuatku sanggup bertahan sampai di sini.

Detik-detik menjelang ujian.
Aku tak tau kenapa jantung ini berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Pengen rasanya aku berteriak, tapi aku tak mampu. Keringat dingin juga keluar dari badanku. Aku drop out, hampir tak sanggup mengerjakan soal-soal itu. Tapi keluarga juga mimpiku menguatkan aku. Aku terus berdoa sambil mengerjakan soal-soal itu. Berharap tidak ambruk saat mengerjakan soal-soal ini hingga hari terakhir. Tiga hari berlalu. Haahhh, lega rasanya. Eitss, tunggu dulu! Masih ada ketegangan yang sepuluh kali lebih besar dari ini. Hari demi hari aku menunggu. Akhirnya hari H pun tiba. Aku mencoba menenangkan diri, tapi tetap tak bisa. Hatiku bergemuruh, ‘jantungku mau copot!’ teriakku dalam hati.
“kamu kenapa,? Lebih baik kita ke mushola aja yuk, pasti bias lebih tenang.” Seseorang telah mengulurkan tangannya untuk diriku. Aku tersenyum dan menyambut uluran tangan tersebut. Dan benar, saat aku berdiri di depan pintu hatiku merasa kesejukan. Badai yang menerpa hatiku mulai meredam. Kini hatiku merasa sejuk, seakan embun pagi membasahi hatiku. Aku terus berdoa, aku ingin yang terbaik untukku, keluargaku, sahabatku juga semuanya. Ingin rasanya aku menumpahkan isi hatiku, tapi aku masih belum sanggup. Hanya sedikit yang keluar, sedikit membuat hatiku merasa nyaman.
“Thia…. Muthia….kamu dimana,?!!!” sebuah teriakan membangunkan lamunanku. Aku langsung berdiri dan keluar masjid, meski tidak turun. Tapi aku tetap bisa melihat dengan jelas siapa yang memanggilku. Aku hanya diam saja. Menanti kata-kata keluar dari bibir sahabatku. “kamu LULUS…” mendengar teriakan tersebut sepontan aku langsung terduduk dan bersujud syukur. Aku menangis sebisaku. Sebuah pelukan hangat menyambutku dari belakang, dia adalah sahabatku yang selama ini tak tampak olehku. Kami turun bersama, pelukan demi pelukan menyambut kami. Aku memeluk semua teman putih abu-abuku. Semua sahabat yang belum aku temui. Tapi lebih tepatnya lagi sahabat yang sudah ku lihat namun tidak aku temui hatinya dihatiku. Perasaanku membaur jadi satu bersama sahabatku. Aku bahagia. Sebagian mimpiku terwujud, aku lulus dengan nilai yang memuaskan.

Akhirnya tak berapa lama kemudian aku juga menggapai mimpiku yang sebagian lagi. Aku dapat meneruskan kuliahku dan tentu di universitas impianku juga. Begitu juga dengan semua sahabat putih abu-abuku. Mereka mendapatkan apa yang mereka mimpikan dan mereka perjuangkan. Dan…sekali lagi aku sangat bahagia.

-TAMAT-

SUMBER: http://www.lokerseni.web.id/2013/04/someday-dream-will-become-true-cerpen.html

CERPEN KELUARGA

I LOVE MY BROTHER
Karya Nur Faida

Aku bernama Liani Andina , bisa dipanggil Ani. Aku bersekolah di SMA Negeri 1 Makkasar. Sekolah tervaforit di kotaku dengan biaynyaa yang cukup mahal di sana dan sekolah yang siswa – siswanya orang – orang kaya. Sebenarnya , aku tak mau sekolah disini tapi mungkin inilah takdir. Aku sih ceritanya mau mendaftar di sekolah SMA Aliyah Makkasar karena aku bercita – cita jadi Ustadzah jadi aku memilih sekolah disana, karena sekolah disana itu semua cewekx pake kudung dan itulah yang kucari. Tapi aku terlambat mendaftarnya karena saat aku mau mendaftar di sana sekolah di situ sudah tutup. Aku sangat sedih sekali dan ayahku menyerankan aku mendaftar sekolah di SMA Negeri 1 Makassar karena kebetulan aku punya sepupu sana, sebenarnya aku malas banget sekolah disana. Gimana tidak! Sekolah disitu duit itu harus banyak dan aku tak mau membebani ayahku tapi aku tidak tahu sekolah apa lagi yang harus kudaftari jadi akupun memilih SMA Negeri 1 Makassar dan ternyata aku lulus.

Hari ini adalah hari pertamaku ke sekolah. Hatiku bercampur aduk senang,sedih dan takut. Pikiran itu terus membayang – bayangiku saat perjalanan ke sekolah di antar olah ayahku memakai mobil pribadi.kepalaku puyeng bagaikan langit yang berganti menjadi hitam seperti hatiku. Entah kenapa hjantungku berdebar – debar tak menentu, aku sangat takut nantinya aku tidak di terima di lingkungan sana. Sejak kecil , aku selalu di kata – katai karena perilaku yang aneh menurut teman - temanku semua. Dari TK,SD dan SMP aku selalu di kata – katai sampai – sampai ada juga yang suka memukuliku. Kehidupanku sungguh sangat menyedihkan , aku mempunyai masa lalu buruk. Itulah yang menyebabkan ku menjadi orang cengeng karena hampir setiap hari ku menangis karena capek menghadapi semua ini sampe – sampe aku mempunyai tai lalatdi bawah mataku. Sungguh menyakitkan kehidupanku , dan aku bertekad supaya bisa merubah perilakuku yang dulu. Kata teman – temanku cara jalanku itu seperti nenek – nenek yang selalu bungkuk, kudungku yang tidak pernah rapi , cara bicaraku yang tidak bagus karena aku tidak bisa bicara ‘R’. Menyakitkan sekali dan aku berharap perubahanku ini aku tidak lagi direndahkan.

Akupun sampai di sekolah, di dalam mobil aku menyalami ayah.
“Yah..! aku ke sekolah. Assalamualaikum”ucapku dan ayahkupun menjawab “Waalaikumsalam nakk, semoga hari – harimu ceria”
Degg..! aku hampir menitikkan air mataku. Akupun cepat – cepat keluar dari mobil. Ini sungguh sangat menyakitkan , gimana kalo ayahku tahu tentang penderitaanku ini. Pasti dia sangat sedih! Aku tak tahu menahu, kenapa kehidupanku begini! Tapi aku tahu pasti ada hikmah dari semua ini. Aku berharap dan sangat berharap hari ini aku tidak dikatai. Aku sudah sangat rapi sampai-sampai aku berhadapan dengan kaca lebih 2 jam hanya untuk memastikan penampilanku sudah bagus atau tidak.

Aku berada di depan gerbang sekolah, hal pertama yang ku lakukan adalah berdoa.
“Ya Allah , aku mohon lindungi aku dan semoga perubahanku ini dapat di terima”mohonku lalu melangkahkan kaki melewati gerbang sekolah. Hiruk – hiruk di sana , wajah – wajah siswa disana tak ada yang ku kenal. Ku langkahkan kaki memperhatikan semuanya , ku lihat siswa – siswi baru saling bicara satu sama lain , kakak – kakak kelas berkremunan di ujung sana .
Aku tak tahu harus kemana dan tak tahu kenapa kakiku berhenti di lapangan bola basket. Kebetulan aku membawa bola basketku yang sering ku bawah kemana – mana punya kakakku yang sudah tiada sejak tahun lalu. Kakakku berna Ardo Diandri , ketua basket di SMA 2 Makassar. Setiap sore , aku selalu melihat kakakku di halaman rumah bermain basket.akpun tertarik dengan itu , maka ku suka gabung sama kakakku untuk bermain basket.kakakku pun tidak hanya jago main bola basket tetapi kakakku juga ternyata hafiz Al – Qur’an. Aku sangat menyanyangi kakakku . tetapi kebersamaanku hanyalah sebentar karena kakakku di ambil oleh Allah di usia masih muda.
Pilu hatiku menginggat semuanya , aku tidak tahu dimana lagi aku curhat karena hanya kakakku tempatku mencurahkan perasaanku dan itulah penyebabnya aku masih kuat sampai sekarang. Kakakku selalu mengajariku agar bersabar dan bertahan dan aku selalu memegang perkataan kakakku sampai sekarang walau setiap malam ku menangis karena itu.

Kembali ke cerita, aku berdiri sendiri di lapangan olahraga. Akupun mengeluarkan bola basket dari tasku dan memainkannya. Saat aku lagi bermain, tak sengaja bola yang ku lempar ke bola keranjang malah mengenai kepala kakak kelasku. Kakak kelas itupun menuju ke aku dengan wajah geram.
“Hei dek, baru anak baru lagaknya begitu!”kesal kakak kelas yang tidak ku ketahui namanya. Ku merinding ketakutan melihat itu.
“anu..kak.. maaf kak!”ucapku terbata – terbata sambil menunduk karena takut melihat tatapan kakak kelasku. Entah kenapa tak sengaja mataku bertemu dengan kakak kelasku itu dan aku malah teringat kak Ardo. Sontak saja aku menitikkan air mata yang membasahi pipiku
“kamu menangis , hey! Ada apa?apa karena aku?”khawatir dia. Aku pun berlari meninggalkan kakak kelas itu yang cengir – cengir melihat perilakuku.

Sambil berlari aku mengusap – ngusap air mataku . hatiku sangat pilu , kenapa aku bisa bertemu seseorang yang mukanya mirip seperti kakakku. Matanya , hidungnya , mukanya mirip banget sama kakakku tapi hanya rambutnya saja yang beda.
“jangan menangis Ani, kamu sudah besar”ucapku sendiri dalam hati dan saat ku sudah jauh dari lapangan akupun menghentikan langkah kakiku karena sadar ada yang kulupakan di sana.
“bola basketku!!!! Astaga,”ucapku sadar dan kembali ke lapangan bola basket dan kulihat kakak kelas yang tadi itu sedang memegang bola basketku.

Akupun menghampirinya dengan ketakutan sambil menunduk karena tak mau melihat mukanya yang mirip dengan kakakku.
“Kak , maaf bola basketku!”ucapku meminta
“aku akan memberikannya tetapi kau harus menjawab pertanyaanku dulu”pintanya dan akupun menerima permintaanya “yah..baiklah! apa yang kakak mau pertanyakan?”ucapku bertanya
“kenapa kamu tadi menangis?”tanyanya

Aku ingin memberitahunya tetapi aku tidak mengenalnya dan juga tidak ada yang mengetahui apa sebenarnya kehidupanku yang menyedihkan kecuali buku harianku. So , aku tidak mau memberitahu kakak kelasku itu.
“Maaf kak , itu rahasia”ucapku
Aku mempunyai prinsip nggak boleh bohong pada orang. Aku sudah janji pada diriku, itu semua karena Allah Swt kemudian kakakku. Kakakku adalah inspirasiku. Aku selalu mendengar apa yang dikatakan kakakku karena aku sangat menyanginya. Jadi aku nggak mau bohong sama kakak yang tidak ku ketahui namanya itu.
diapun menjawab sambil memasang muka cemberut “kenapa?apa kamu tak mau bola basketmu kembali, OKAy fine! Aku akan menyimpannya dulu! Kalau kamu sudah mau menjawab pertanyaanku maka aku akan memberikannya”ucapnya dan pergi meninggalkanku dan aku hanya berdiri tanpa melakukan apa – apa.Gimana ini?itu punya kakakku?itu adalah benda kesayanganku. Kenapa dia melakukannya sih?
1 minggu berlalu ku sekolah di sini, aku sangat senang sekali karena perubahanku diterimah disana. Hatiku setiap hari berbunga – bunga saat ke sekolah, dan aku sudah tahu siapa nama kakak kelas yang menyimpan bola basketku. Kak Piang , itulah namanya anak kelas IPA 2 seorang ketua basket di SMA Negeri 1 Makassar. Kenapa mirip dengan kakakku yah?Dia adalah idola semua cewek dan ku dengar dia itu cowok alim. Astaga , dia sangat mirip kakakku. Mukanya dan sifatnya mirip banget dengan kakakku. Tak kurasa aku menjatuhkan air mata lagi.

Keluar main , ku sudah putuskan akan memberitahu kakak Piang kenapa aku menangis. Karena aku merasa bagian dari hidupku hilang karena kak Piang menyimpan bola basket kakakku. Akupun menuju ke kelasnya tetapi belum sampai ku kelasnya, dari jauh mataku menangkap sosok kak Piang ysng berada di dalam mesjid sedang salat duha. Akupun menuju ke mesjid sekolahku dan saat ku sudah berada di depan mesjid kak Piang sudah selesai salat Duha.
“Assalamualaikum kak! maaf menganggu”ucapku berada di depan mesjid dan sontak kak Piang berbalik kaget melihatku dan tak lupa dia menjawab salamku “Waalaikumsalam, masuk Ani”jawabnya lalu menyuruhku masuk ke mesjid.Aku kaget kalau kak Piang udah tahu namaku, tetapi aku tidak mau terlalu pusingin.
“Kakak aku akan memberitahukan tentang minggu yang lalu kenapa aku menangis?tapi kakak harus janji padaku kalau kakak akan mengembalikan bola basketku”ucapnya padaku yang sudah berada di sampingnya dan diapun menjawab “Iya..!aku janji. Sekarang ceritain pada kakak”ucapnya memutar tubuhnya ke samping dimana aku berada dan siap mendengar apa yang akan ku sampaikan.

Aku menceritakan semuanya pada kak Piang tetapi tak ada raut muka kaget pada kak Piang. Aku merasa curiga padanya. Saat ku ceritakan semuanya dia hanya memasang muka datar serasa seperti dia sudah mengetahui semuanya dan perkiraanku itu benar.
“Sebenarnya aku sudah sejak lama tahu tentang itu”ucapnya lembut
“kakak udah tahu! Darimana kakak tahu?”tanyaku penasaran.
“Aku sahabat kakakmu. Kakakmu selalu menceritakan padaku tentang dirimu. Kamu tahu dia sangat menyayangimu. Aku berkenalan dengan dia saat perlombaan basket per – sekolah. Saat pertemuan kali ku bersama kakakmu. Aku sangat kaget karena wajahku dan wajahnya hampir mirip”ucapnya dan lanjut ku bertanya “tapi , dari mana kakak tahu kalo aku itu adik Ardo”tanyaku
“karena kakakmu pernah memperlihatkan foto kamu ke aku”ucapnya santai.

Semenjak kejadian itu, kak Piang selalu menjagaku seperti kak Ardo. Aku sangat senang sekali karena aku sudah punya tempat curhat. Hari – hariku bagaikan langit yang selalu terang menerang. Kak Piang sudah ku anggap seperti kakakku sendiri. Aku sangat menyanyanginya seperti kak Ardo.
“kak Ardo , terimah kasih telah menghadirkan kak Piang dalam hidupku”ucapku senang karena aku sekarang bisa ikhlas melepaskan kak Ardoku tersayang.
#SELESAI#

Sumber: http://www.lokerseni.web.id/2013/04/i-love-my-brother-cerpen-remaja.html

CERPEN CINTA

TRUE LOVE
Karya Dina Pertiwi

Cinta sejati. Apakah kalian percaya akan itu? Akan "Cinta Sejati" yang konon katanya dimiliki oleh semua orang? Cinta yang katanya sangat indah dan menyenangkan? Mitos cinta sejati yang terus menerus melolong dihatiku.
***

Kupandangi bingkai biru di tepi tempat tidurku. Aku tersenyum menatap benda yang ada didalam bingkai itu.

Bukan sebuah foto ataupun lukisan. Hanya sebuah kertas lusuh. Kertas catatan PKN yang aku robek dari buku miliknya 2 tahun lalu saat perpisahan SMP. Dia sama sekali tidak tahu aku merobek buku catatanya. Bahkan, mungkin dia tidak mengenalku. Aku hanya satu dari ratusan penggemarnya di sekolah.

Dia bukan artis. Dia adalah siswa tampan dan cerdas di sekolahku. Dia kaya dan pintar dalam bidang olahraga. Sifatnya yang cuek justru menjadi daya tarik bagi para kaum hawa, termasuk aku. Tapi, bisa dibilang, aku tidak terlalu menunjukkan diri bahwa aku menyukainya. Terbukti. Aku tidak pernah menyapa ataupun menegurnya. Aku menyukainya lewat diam.

Bahkan, robekan catatan PKN itu aku ambil diam- diam untuk kenang- kenanganku karena aku tahu dia akan melanjutkan study ke L.A.

Aku kembali tersenyum manis saat melihat robekan catatan itu. Orang bilang, apapun itu, jika memang jodoh, maka dia akan kembali lagi dan lagi. Dan aku percaya dia akan kembali kulihat.

Aku mengeluarkan kertas itu dari bingkainya. Kupeluk- peluk dan kubelai. Ku ajak tertawa dan tersenyum.

Gila. Konyol memang. Setelah puas dengan kegiatanku itu, aku meletakkan kertas itu di atas meja belajarku. Dan...
Syuuuut...
Angin bertiup menerbangkan kertas kenangan itu keluar jendela dan jatuh dipekarangan. Dengan sigap aku keluar rumah dan mengejar kertas itu. Itu adalah satu- satunya milikku yang mampu membuatku mengingatnya.

Saat aku hampir mendapatkanya, angin kembali meniupnya menjauhiku. Argh! Angin ini! Batinku kesal.

Aku kembali mengejar kertas itu. Dan saat aku hampir mendapatkannya kembali...
"Argh!! Sial banget sih?! Malah keinjek lagi!" seruku kesal saat tahu kertas itu di injak seseorang. Orang itu mengambil kertas yang ada di injakannya itu. Aku masih menatap jalanan berdebu dengan kesal.
"Jadi, daritadi kamu ngejar kertas ini ya?" ucap orang itu. Suara bariton yang ku kenal. Ku tengadahkan kepalaku menatap wajah dari si pemilik suara.

DEG!!!
Di... Diakan? Diakan pemilik kertas itu sebenarnya? Vigo. Cowok tampan, keren dan pintar itu... Bagaimana bisa?
"Ma... af. Aku ngerobek kertas itu...."
"gapapa kok Dina. Beneran deh gapapa. Karena, aku juga udah foto kamu diam- diam waktu itu." akunya padaku. Dia... Tau namaku?
"foto?! Diem- diem?"
"Lebih baik, kita nostalgianya ditaman aja deh." ucapnya sambil menarik tanganku ke taman.
***

Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Fotoku ada dalam dompet Vigo?
"Aku dulu suka banget sama kamu Dina. Karena, kamu itu satu- satunya cewek yang gak pernah negur aku. Kamu cuek dan aku suka itu." ucapnya sambil tersenyum.
"Dulu, aku berharap bisa kenal dan pacaran sama kamu. Tapi, dekat kamu aja aku udah gemetaran, apalagi ngobrol sama kamu..." ucap Vigo lagi. Lalu dia menatap robekan kertas itu.
"Aku tau kok, kamu ngerobek kertas ini. Cuma aku pura- pura gatau aja. Aku seneng banget waktu kamu robek kertas ini. Karena itu artinya, kamu juga suka sama aku. Iyakan?" ucapnya yang membuatku tersipu malu.
"Ikh... Kok diem aja?" ujarnya sambil mencubit pipiku pelan.
"aku bingung mau ngomong apa..."
"Kamu percaya mitos True Love gak?"
"True Love? Emang ada?" tanyaku.
"mulanya, aku juga gak percaya. Tapi malem ini aku percaya. True Love aku udah aku temuin lagi. Aku suka kamu." ucapnya sambil natap bintang.
"udah jam 12 belom?" tanyanya.
"udah. Udah jam 12 tepat."
"Happy Birthday Dina :). Will you be My True Love?"

Apakah dia menyatakan perasaannya. Tanpa sadar, aku mengucapkan
"yes. I will."
***

Percaya atau tidak, itulah faktanya. True love akan datang. Sejauh dan sesulit apapun, Cinta Sejati akan mencari jalan lagi dan lagi untuk kita temukan. :)

SUMBER: http://www.lokerseni.web.id/2013/01/true-love-cerpen-cinta-romantis.html

CERPEN CINTA

THE MEANING OF LOVE
Karya Grace Nandalena

Braakkk!!!!
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget.

Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang semulanya gak suka dan nganggep temen biasa, eh, malah suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku.

Tok tok tok
“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut.

Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
“Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya mama terheran-heran.

Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya mama sekali lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu.

Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.

Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.
“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak”

Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
“mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.

Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.

Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
“hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama, aku tahu segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.

SUMBER: http://www.lokerseni.web.id/2013/01/the-meaning-of-love-cerpen-remaja.html

PENGERTIAN CERPEN

Cerpen adalah cerita pendek, jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya yaitu merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh saja. Maksud dari cerita pendek disini ialah ceritanya kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) kata atau kurang dari 10 (sepuluh) halaman. Selain itu, cerpen hanya memberikan kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu tokoh dan satu situasi saja.

SUMBER: http://www.pengertianku.net/2014/11/pengertian-cerpen-dan-strukturnya-dilengkapi-unsur-unsurnya.html

Kamis, 21 Januari 2016

CERPEN CINTA

Aku Pasti Kembali Karya : putri ayu pasundan
Namaku jelita, aku sekolah di sma vanderwaald. Aku duduk di kelas 1 sma. Aku termasuk siswa yang pandai, dan juga mudah bergaul. Aku mempunyai seorang sahabat dia bernama putra. Putra adalah sosok sahabat yang baik, perhatian, dan selalu mengerti keadaanku, dilain waktu saat aku bersedih, dia yang selalu menghiburku. Suatu ketika dia memendam perasaan yang sama dan aku juga merasakannya.

“jelita..” panggil seseorang itu dari arah belakang. Dan itu sahabatku putra.

“iya put..? ada apa?’’ tanyaku.

“pulang sekolah , ikut aku ya.. aku mau ngajak kamu ke suatu tempat.”

“oke baik.”

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, putra langsung menghampiriku dia sudah berdiri tepat di ambang pintu kelasku. Dia memanggilku sambil tersenyum.

“jelita.. ayok kita berangkat.”

Putra tiba-tiba mengandeng tanganku , menuruni anak tangga, Dan segera menuju ke area parkir. Kelas kami berada di lantai 3 . Aku dan dia berbeda kelas . Sejak smp kita selalu bareng. Dan sampai SMA ini. Setelah kami tiba di area parkir, putra mengeluarkan motornya yang terparkir dekat pos satpam.

“ayok naik.” Putra mempersilahkan aku untuk naik ke motornya, dan kini kami berangkat meninggalkan area parkir. Juga sekolah.
“kita mau kemana?’’ tanyaku kepadanya.

“ke suatu tempat. Dan kamu pasti suka.” Setelah beberapa menit di perjalanan , kami pun sampai di tempat tujuan. Ternyata putra mengajakku ke sebuah taman bermain. Di taman tersebut . terpampang air mancur yang begitu indah, banyak sekali bunga-bunga yang berwarna warni. Kami berdua duduk di kursi dekat taman.

“jelita… “ panggil putra kepadaku, sorotan mata tajam nya yang takkan pernah ku lupakan sejak dulu . deg…. Jantungku berdebar-debar. Aku tak mengerti tentang perasaan ku padanya, sudah 5 tahun kami bersama.. saling melengkapi satu sama lain. Tapi, tak pernah aku mengerti hubunganku dengannya.. yang aku tau, aku dan dia bersahabat.

“putra, kok nangis?’’ tanyaku padanya. Putra meneteskan air matanya perlahan demi perlahan . ku apus air matanya yang membasahi kedua pipinya..

“aku gak nangis, aku Cuma bahagia aja punya sahabat kaya kamu.” Di usap rambutku dengan kelembutan tangannya. Putra memang sahabatku , dan juga kakak bagiku. karena itu aku tak mau kehilangannya.

“jelita, suatu saat nanti, aku gak bisa terus berada di sisi kamu, kamu harus bisa nantinya tanpa aku. Aku gak mau terus-terusan jadi benalu yang selalu ada di hidupmu. Kamu harus bisa jalani hidup , dan mungkin tanpa aku. ingat janji kita dulu. Kalo kita akan selalu bersama.”

“putra kok ngomongnya gitu, tanpa kamu hidup jelita ga mungkin seceria ini. Karna kamu, hidup jelita bahagia dan lebih berwarna. Kalaupun nantinya putra ninggalin jelita, jelita akan cari putra sampai kapanpun dan bakal nungguin putra sampai putra kembali. Entah beberapa lamanya”

“tapi, inget. Kalo putra gak ada di samping kamu lagi. Kamu janji harus selalu tersenyum.”

“iya, jelita janji… jelita akan selalu tersenyum untuk kamu.”

Hari sudah semakin berlarut. Meninggalkan semua kisah yang ada. Taman tersebut menjadi ikatan janji mereka.

***
Keesokan harinya di sekolah, tepat pukul 06:15 menit.

“jelita, ini ada surat untuk kamu.”dihampirinya jelita , Di kasihnya sepucuk surat itu untuknya yang terpampang besar siapa nama pengirim surat itu. yaitu “putra” .

Deg…… hati jelita tiba-tiba gelisah tak menentu. Tak mengerti apa yang sedang iya rasakan saat ini. Di bukanya isi surat itu perlahan.

“jelitaa… ini aku putra, maafin aku ya kemarin aku gak sempet berfikiran untuk ngomong ke kamu. Karna semua itu terlalu berat untukku. Aku gak sanggup ninggalin kamu disini. Mungkin, saat kamu baca surat ini aku sudah tiba di Kalimantan. Papaku dinas disana, dan terpaksa aku ikut dengannya. Maafin aku ya jelita. Inget janji kita. Kamu harus tetap tersenyum. Suatu saat nanti kita pasti akan bertemu lagi.“

Di akhirinya akhir surat itu. Jelita yang hanya bisa diam membisu dan pucat pasi di tempat duduknya. Perlahan iya menteskan air mata dan tidak percaya akan semuanya. Tak pernah iya mengerti akan semua perasaannya. Sedih, kecewa, semuanya yang iya alami saat ini. Tak sempat iya mengatakan tentang perasaannya yang sebenernya kepada putra. Cinta… mungkin ini yang aku rasakan. Perasaan itu tak pernah ku sadari sebelumnya, setelah kepergianmu baru aku menyadari.. cinta itu ada.

***
Setelah pulang sekolah, aku bergegas untuk pergi kerumah putra. Tetapi hasilnya nihil, tak ada satupun orang yang menjawab sapaanku. Rumah itu kosong. Jelita tak tau harus mencari putra kemana lagi. Akhirnya , aku memutuskan untuk pergi ke Taman kemarin, terakhir kali aku bertemu dengannya, bersamanya…. Taman itu sepi.. tak seperti biasanya, tak banyak orang yang lewat area taman bermain itu. dihampirinya kursi taman tempat aku duduk bersama putra waktu itu. Aku mengingat kembali perpisahan terakhirku dengannya. Aku meneteskan air mata.

***
Setelah 2 tahun aku menunggu, putra tak juga ada kabar. Selama itu aku tak pernah seceria dulu. Hanya kesedihan yang tampak di wajahku. Sesering kali aku mengingat kenangan itu, itu membuatku sakit. Sekalipun aku mencoba melupakannya, itu akan semakin sakit. Beberapa sering aku memutar lagu pasto’aku pasti kembali’ liriknya yang benar-benar menyentuh hatiku.

Reff : aku hanya pergi tuk sementara..
bukan tuk meninggalkanmu selamanya..
aku pasti kan kembali, pada dirimu ..
tapi kau jangan nakal.. aku pasti kembali…..

selama 2 tahun, kenangan itu menghantui harii-hari ku . tang sanggup aku melupakannya. Kini aku benar-benar mencintainya. Cinta bukan lagi sekedar sahabat , tetapi perasaan yang lebih dari pada itu.

hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 17 , sekarang aku sudah duduk di bangku kelas 3 sma, sekalipun aku ingin pindah ke lain hati dan berpaling dari putra, aku masih takut. Karena luka yang ada di hatiku masih ada. Setelah malam kian tiba, putra tak juga mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Padahal hanya sapaannya, dan ucapannya yang begitu berarti untukku..

hari ini sweet seventeen ku. Dan mungkin itu semua tak ada artinya kalau putra tak ada di sampingku. Malam ini aku ingin sekali pergi ke taman itu. untuk menenangkan diri disana, mungkin hanya beberapa saat. Aku akhirnya memutuskann untuk pergi kesana dan meninnggalkan acara dan tamu undangan yang telah hadir di pesta ulang tahunku yang ke 17 itu. aku pergi ke sana dengan di temani supir papaku dan setelah beberapa menit di perjalanan, aku tiba di taman itu. aku tak menyangka.. begitu indah suasana taman tersebut dengan lampu lampion-lampion yang khas terpampang disana. Dekorasi lampu-lampu kecil di setiap pohon yang mengelilingi menambah indah suasana taman itu. aku duduk di kursi putih taman itu. tiba-tiba beberapa saat aku memejamkan kedua mataku dan membukanya kembali aku melihat sesosok putra di depan mataku. Dia tampak berbeda dari dahulu, aku tak percaya kini dia ada di depan mataku, atau mungkin ini hanya ilusiku.

“happy birthday jelita.. aku nepatin janjiku kan , kita pasti bertemu kembali. Dan aku pasti kembali.”

“ini benar kamu?’’ tanyaku tak percaya.

“iya, ini aku. aku putra.”

“kemana aja kamu, kamu gatau aku disini sedih mikirin kamu, kamu gak ada kabar dan hilang gitu aja.”

“maafin aku, aku Cuma gak mau ganggu konsentrasi belajar kamu.”

Putra menghampiriku dan memberiku sekotak bingkisan tanda ucapan ulang tahunku. Dan ternyata itu adalah sebuah kalung yang berukiran tulisan nama kita berdua. Gaun cantik yang aku kenakan malam itu saat ulang tahunku berwarna putih, dan juga putra, membawa bunga mawar merah kesukaaanku dan ia mengenakan jas kemeja putih.

“aku janji gak akan ninggalin kamu lagi. Aku gak bisa tanpamu. Aku mencintaimu, aku sayang kamu jelita.” Kini dia menggutarakan isi hatinya, hanya itu kata yang aku tunggu selama ini dari mulutnya.

“akupun begitu. Ini adalah hari terindahku. Kamu kembali, untuk menjadi sahabatku, juga kekasih bagiku…..”

_The end_


Sumber :http://eposlima.blogspot.co.id/2013/01/cerpen-cinta-aku-pasti-kembali.html