Sabtu, 12 September 2015

GALAU

Menyukai Orang yang Salah 

Cerpen Karangan:  

Ceritaku kali ini dimulai dari bulan januari. Aku menyukai seseorang. Sebelum hari itu, Fardi temanku sudah mulai mengejekku. Sebenarnya sih aku udah biasa diejek dia habis-habisan. Di saat Bapaknya meninggal aku merasa sangat sedih tapi di depan teman-temanku, aku pura-pura tak peduli, semakin lama dia mengejekku semakin senang aku melihat dia tertawa. Aku tak peduli dia menertawaiku, aku selalu merasa senang jika dia senang. Aslinya aku tak tahu jika perasaanku terhadapnya mulai berubah. Ada sebuah getaran di hatiku di saat aku berada di dekat dia.
Akulah yang setia mengirimi dia sebuah surat, dengan kata-kata yang indah. Memberinya permen, cokelat dan segalanya. Aku tak ingin Fardi mengetahui kalau aku suka sama dia. Aku takut terluka jikalau aku mengetahui bahwa dia tak suka padaku, tapi akhirnya aku berubah pikiran aku memberinya kertas yang berisi kalimat bahwa aku menyukainya dan diakhiri dengan “dari: Dilla”
Ya, Dilla itulah namaku. Saat dia mengobrol dengan teman-teman ternyata sahabatku Nahsya mendengarkan, dan dia berkata padaku bahwa tadi Fardi bercerita kepada teman-temannya kalau aku menyukainya. Aku sakit hati. Aku tak tahu jika Fardi setega itu denganku. Aku pun berada di antara suka dan benci dengan Fardi. Hanya ada satu ide di pikiranku. Mengerjainya dengan menumpahkan air ke dalam tasnya. Bahkan Nahsya, Yaris dan Sally tiga sahabatku itu kaget aku melakukan itu.
Semenjak Fardi tahu kalau aku suka sama dia, dia mulai menjauhiku, tak pernah mengejekku. Aku berniat melupakan Fardi, tapi semakin ku melupakannya semakin sakit yang kurasakan. Seperti biasa aku tak bisa melupakannya. Tuhan tak mendukungku.
Pada pagi ini Yaris bercerita padaku. Tadi malam dia chat di facebook dengan Rian. Yaris bertanya,
“Rian kamu tahu gak Riki suka sma siapa? Fardi suka sma siapa?” Rian menjawab.
“kalau Riki suka sama Tami, kalau Fardi suka sama Dilla.” Aku yang mendengarkan semenjak tadi. Tak percaya dan merasa bahwa Rian itu adalah pembohong.
Ya, tuhan sampai kapan aku harus begini? Bentar lagi aku perpisahan. Haruskah aku meninggalkannya dengan penuh tanda tanya? Kenapa Fardi tampak tak menyukaiku tuhan? Mengapa Fardi selalu buang muka di saat ku melihatnya ya tuhan? Fardi sesungguhnya kamu harus tahu masih banyak pertanyaanku yang belum terjawab. Bahkan waktu tak dapat menjawabku. Waktu akan memisahkan kita sebelum menjawab pertanyaanku.
Aku bingung dengan pertanyaanku. Apakah aku telah menyukai orang yang salah? atau salahkah aku telah menyukainya? Mungkin aku tak pantas untuknya. Aku berharap kau mengerti, Fardi.


Sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-galau/menyukai-orang-yang-salah.html

Kamis, 10 September 2015

CERPEN CINTA

JATUH CINTA DIAM-DIAM
Cerpen Karya Nurasiyah
Suara sepoi angin malam seakan membawaku bermuara di tempat yang penuh dengan ketenangan, tempat yang baru aku tempati sekitar seminggu yang lalu setelah pesawat membawa diriku ke wilayah yang terkenal dengan angin mamiri. Aku beranjak dari Palu ke Makassar untuk melanjutkan tingkatan pendidikanku, aku berhasil menjadi mahasiswa dari Universitas Negeri Makassar angkatan 2013. Semuanya terasa sangatlah berbeda, tinggal sendiri di rumah kos tanpa masakan ibu dan teguran ayah yang biasa membuatku menyerah kini tak ada lagi, mereka masih menetap di Palu, tempat yang membuatku mendapatkan cinta pertama di bangku putih abu-abu.

“Shena, kamu gak ngampus?” ucap ibu kos sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku. Aku segera beranjak dari lamunanku untuk membuka pintu kamar yang elah ibu ketuk sejak tadi.
“iya bu, aku ngampus pukul 09.00 kok bu.” Jawabku disertai senyum.
“oh begitu, kalau gitu ibu pamit dulu yah, kamu baik-baik disini, jangan sampai telat.” Kata ibu kos.
“siap bu !” jawabku dengan lantang.
aku cukup diperhatikan di kosan ini, selain karena aku mahasiwa baru mungkin karena aku yang paling jauh dari orang tua diantara teman-teman yang lainnya.

***
Sudah pukul 08.30, aku pun bergegas mandi dan segera berangkat di perkuliahan, mata kuliah hari ini tidak begitu berat, semuanya tentang bahasa.
“aku pamit kuliah dulu kak.” Teriakku ke arah kamar kak Nina.
“iya Shen, hati-hati.” Kak Nina membalas teriakan ku dari balik pintu kamarnya.

Kak Nina adalah kakak senior yang sejurusan denganku, jurusan pendidikan bahasa Indonesia. Dia baik dan sangatlah ramah dengan teman kos lainnya.aku meninggalkan kak Nina yang masih sibuk dengan tugas kuliahnya dan segera bergegas ke kampus. Jarak kampus dan kosanku tak begitu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk sampai ke kampus. Sampai sekarang aku masih tak menyangka aku berhasil lulus masuk kuliah dengan jalur undangan, jalur yang menjadi idaman setiap calon mahasiswa. Aku termasuk orang beruntung dan patut bersyukur. Aku telah jauh meninggalkan kota Palu demi menuntut pendidikan di kota daeng.
“hai, Vi.” Teriakku dari belakang Vivi teman sekampusku.
“iya, Shena.”
“hari ini kita belajar di ruangan berapa?”
“DG 102”
“Bahasa Arab yah?”
“iya.” Jawab Vivi yang disertai senyum sambil melangkah ke arah ruangan DG 102.
“kok dosennya belum datang?” tanyaku pada teman di sebelahku setelah aku sampai di ruangan itu.
“gak tau juga, mungkin di jalan dia dapat macet.” Jawabnya. Aku hanya mengangguk, pertanda aku mengerti dengan apa yang dia ucapkan.
satu jam telah berlalu, dosen mata kuliah bahasa Arab ini tak juga datang. Aku hanya mempergunakan sejam itu untuk mengkhayalkan ayah dan ibu yang sekarang ada di Palu, sedang apa mereka dan bagaimana keadaannya. Tiba-tiba perhatianku terpaku pada pria berkemeja biru tua yang memakai celana levis agak kebiru mudaan itu, pria itu berjalan melewati koridor kampus, arah koridor dengan tempat dudukku sangatlah strategis, dia menarik perhatianku dengan senyumnya. Aku terpesona pada pandangan pertama. Dia seniorku, ku dengar namanya Febian, mahasiswa yang angkatannya beda setahun denganku. Febian, lelaki yang berhasil membuat rasa penasaranku bermuara pada rasa kagum kepadanya, aku mengagumi senyumnya sejak di koridor kampus. Sejak hari itu, aku berusaha mencari tahu semua tentang kak febian.
“nama lengkapnya siapa yah?” ucapku sambil berusaha mengetik namanya di kotak pencarian facebook.
“Muhammad Febian, yah aku menemukannya.” Ucapku kegirangan di kamar kos.

Aku menambahkan akun facebooknya di daftar pertemananku, aku mulai melihat statusnya di kronologi akunnya.
“payah, semuanya tentang bola.” Ucapku sambil menghembuskan nafas seketika.
“Shena, kamu sudah makan.” ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku bergegas membukakannya pintu, ternyata kak Nina.
“eh kak Nina, masuk kak.” Kataku sembari mempersilahkannya masuk.
“iya Shen, makasih. Aku hanya mau mengajak kamu makan.”
“oh, iya kak Nina, makasih. Tapi aku masih kenyang.” Jawabku dengan senyum yang agak malu-malu.
“baiklah, aku makan duluan yah.” Jawab kak Nina yang baik itu.

***
Seminggu telah berlalu pasca peristiwa yang menghujam jantung, namun kak Febian masih saja terpatri tepat di hatiku. Aku sendiri tak mengerti dengan hal ini, perlahan tapi pasti kak Febian berhasil menjadi pangeran yang berdomisili di hatiku. Bahagianya wanita yang menjadi kekasih darinya, rambutnya yang seakan mengingatkanku pada seseorang di masa lalu, senyumnya yang membuat sendi ini melemah seketika, dan pandangannya yang laksana panah yang tepat sasaran menembus hati. Tak ada yang bisa menggambarkan itu semua.
“mana kak Febian yah?” mataku mondar-mandir kesana kemari mencari senyum yang membuatku jath hati seminggu yang lalu.
“kamu nyari siapa?” ucap Vivi yang menepuk pundakku dari belakang.
“nyari dosen, kok belum datang yah?” aku mengalihkan pandanganku seketika.
“oh, katanya dosen itu gak datang.”
“siapa bilang?”
“ketua tingkat kita, tadi dia habis nelfon dosennya.”
“oh begitu, makasih infonya Vi.” Kataku.

Dua minggu sudah dosen ini tak masuk mengajar, aku juga terkadang bosan dibuat menunggu seperti ini, konsekuensi jadi mahasiswa memang seperti ini. aku membereskan semua buku-buku yang ada diatas meja, dan memasukkannya kembal ke dalam tas.
“kak Febian !”teriakku dalam hati. Aku tak berani menyapanya, mungkin hanya aku yang mengenalnya sedangkan dia tidak. Aku melihat senyumnya lagi setelah seminggu berlalu begitu saja. Senyum yang membuat arah selatan dan utara seakan berubah kearah timur dan barat.

***

“Febian..Febian..Febian” ucapku sambil mencari akun twitternya.
“ini bukan yah?” aku bertanya pada diriku sendiri.
“beneran ini akunnya” aku segera mengklik tombol mengikuti pada layar notebook milikku.

Aku melihat twitnya dengan akun yang sepertinya aku merasa tak asing dengan nama itu, Nina nama akunnya, “apakah itu kak Nina?” tanyaku dalam hati.
“ku rasa tidak, akun itu tak menampilkan foto aslinya. Ku pikir itu bukanlah kak Nina yang ku kenal.”tuturku sambil berusaha meyakinkan diriku sendiri.
aku meninggalkan twitter kak Febian dan segera menuju warung makan dekat kosan untuk membeli lauk.
“aku pamit kak Nina, aku mau ke warung depan.” Teriakku dari luar kamar. Namun tak ada jawaban dari kak Nina. Aku memutuskan untuk pergi saat itu juga, namun di depan pintu aku melihat kak Nina dengan kak Febian.
“apa ini yang ku lihat sekarang?” tanyaku dengan harapan yang satu per satu rapuh. Aku berusaha tegar untuk melangkahkan kaki melewati mereka berdua.
“Shena !” kak Nina teriak dari balik badanku.
“iya kak” aku menunduk dan membalikkan badanku ke arah kak Nina.
“kenalin temanku, Febian.” Ucap kak Nina sambil memegang tanganku menuju tangan kak Febian.
“aku Febian” tutur kak Febian dengan lembut, aku mendengar suaranya. Suara yang membuat di rundung tanya sejak seminggu yang lalu. Dia hanya teman kak Nina.
“aku Shena, kak.” Jawabku.
“aku pacarnya Nina, dek Bukan temanya” jawab kak Febian dengan PDnya.
“apa? Pacar? Tadi katanya teman.” Berontakku dalam hati.
“oiya kak” aku membalasnya senyum.
“aku pamit kak Nina, aku mau ke warung depan.” Kataku dengan nada yang agak berbeda dari sebelumnya.
“hati-hati yah dek.” Ucap kak Nina.
aku beranjak meninggalkan pasangan sejoli ini, memang kak Nina jauh lebih dulu megenal Kak Febian dari pada aku, ini membuatku kecewa. Mengapa aku mengetahui semuanya setelah aku telah jatuh cinta. Aku merasa hatiku telah berubah bentuk menjadi kepingan yang perlahan hancur sehancur-hancurnya. Kak Febian adalah sosok yang membuat aku merasakan cinta di tempat kuliah. Aku mencintainya dalam diam yang tak seorang pun tahu akan hal itu.
“Tak ada yang bisa ku lakukan saat ini selain mendoakan Kak Nina dan Kak febian bahagia.” Ucapku sambil meneteskan air mata.

dari perempuan yang mencintaimu dalam diam,
yang diamnya tak kunjung kau jamah,
dan kau buat hatinya hancur tanpa sengaja.
 
Sumber:  http://www.cerpencinta.net/2015/03/jatuh-cinta-diam-diam-karya-nurasiyah.html

CERPEN CINTA

PANGERANKU TANPA SAYAP
Cerpen Karya A Nurjannah S

Angin bertiup kencang. Langit kelabu. Daun-daun gugur berhamburan. Pohon-pohon bambu bergoyang. Ada suara seperti memanggil-manggil dari jauh. Tak lama kemudian hilang ditelan angin. Lalu guntur dilangit seketika bergemuruh. Terkadang aku memberanikan diri untuk menoleh kebelakang namun tak terlihat apa-apa,hanya dedaunan yang berhamburan di terpa angin. Hujan tiba-tiba turun menerpa diriku. gerimis, kemudian hujan lebat. Langit seperti menangis, beberapa saat kemudian terdengar lagi suara itu.

Dalam hati aku berkata “Siapa yang mengikutiku?” lalu ku hela napas panjang dan kemudian memulai untuk menenangkan diriku, “mungkin ini hanya perasaanku saja.”
Setibaku di rumah, ku rogoh saku celanaku mencari kunci kamarku. Sebelum pintu kamar ku sempat terbuka, teman yang kebetulan lewat menegurku. “Heii, kamu baru pulang?, terus yang didalam siapa?” Tiba-tiba aku terkejut, jantungku berdetak kencang. Siapa didalam? Bagaimana dia bisa masuk, selain aku tak ada yang memegang kunci kamarku. “ Mungkin kamu salah dengar “ jawabku dengan ragu-ragu. Sambil ku coba tuk membuka pintu tersebut.

Ada apa ini, apa yang terjadi didalam kamarku? Sepertinya ada seseorang yang telah masuk dan mencari sesuatu. Tapi apa? Tak ada barang berharga sama sekali di kamar ini. Lagian pencuri mana yang sempat mampir dikamar yang kosong ini, tak ada sama sekali sesuatu yang pantas dicurinya. Kembali ku periksa sudut demi sudut di kamarku, tapi tak satupun barang milikku yang hilang. Anehnya selain barang-barangku yang berantakan, dan kertas-kertas berterbangan aku melihat sesuatu yang aneh didekat tempat tidurku. Karena takut temanku lebih memilih untuk kembali kekamarnya.

Kucoba mencari tau benda apa itu, barangkali saja barang tersebut bisa memberiku jawaban mengenai apa yang baru saja terjadi didalam kamarku. Kulihat benda itu semacam buku tebal yang terbungkus rapat dengan kain hitam. Kucoba membukanya, sebagian besar dari buku itu sudah lapuk dan usang namun isinya dapat dibaca dengan jelas. “ BOOK PRINCE WITHOUT WING ” Sejenak aku tertawa, ternyata masih ada buku seperti in.

Kuletakan buku tersebut diatas meja belajarku dan merapikan kamarku, ku punguti semua barangku yang bertebaran dilantai dan mencoba menyusunnya lagi seperti sediakala. Lalu angin bertiup kencang membanting pintu kamarku membuat dedaunan berhamburan di setiap sudut kamarku, kencang sangat kencang, tiba-tiba terlihat olehku buku yang melayang walaupun samar tapi aku dapat memastikan kalau buku itu adalah buku yang baru saja aku temukan. ketika buku tersebut jatuh ke lantai anginpun berhenti bertiup. Seakan dalam film-film action. “Oh tuhan.. apa sebenarnya yang terjadi dikamarku? “ ku coba mendekati buku itu dan membaca tepat pada lembaran yang terbuka karena angin
“ bagi siapapun yang menemukan atau membuka buku ini yakinlah bahwa kalian adalah orang yang terpilih dan mendapat keberuntungan apalagi dalam masalah cinta kalian, karena cerita didalam buku ini menuntun anda untuk menemukan cinta sejati namun harus mengorbankan cinta yang anda miliki.”

Keringatku menyucur deras, takut, Senang, kaget. Dan aku terbangun, kulihat sekelilingku tak ada yang terjadi. Kamarku tak berantakan, pintuku tertutup rapat, tak ada angin,tak ada hujan. “Astaga, ternyata aku mimpi. Apa maksud dari mimpi itu? “
Ku bangun dan berlari meninggalkan tempat tidurku menuju kamar mandi, ku berkata pada diriku sendiri “ Apa benar itu mimpi? Tapi kenapa harus terulang selama tiga malam, dan mimpi itu terasa benar-banar nyata! Astagaaa... kenapa harus jadi begini, semoga saja ini bukan pertanda buruk. “
Di sekolah ku ceritakan semua mimpi itu pada teman-temanku tapi mereka hanya menertawaiku, jujur aku malu menceritakannya tapi aku butuh nasehat dari mereka hanya saja mereka tak percaya dengan ceritaku kecuali Alice, hanya dia yang tidak menertawakanku. “ Kenapa kamu tidak tertawa seperti mereka?” tanyaku sinis. “Aku percaya dengan mimpimu, tapi masa ia mimpi itu terulang selama tiga malam ini? “ tanya Alice penasaran, mungkin menurut dia tak ada mimpi semacam itu dan aneh.

Kembaliku menjawab “ sungguh, akupun heran kupikir itu hanyalah mimpi biasa, namun terasa nyata.“Sepertinya sesuatu akan terjadi” jawabnya singkat. “Maksudmu mimpi itu akan jadi kenyataan?, ohh.. astaga ku harap dugaanmu salah.” Diluar terdengar langkah kaki dan teriakan teman-teman dari kelas lain. Seolah-olah sedang terjadi sesuatu yang menghebohkan. Aku dan Alice penasaran dan mencoba untuk bertanya pada adik kelas kami. “Ada apa? Kenapa kalian berlarian seperti ini?” tanya alice.
“itu Kak di bawah ada cowok kereeen banget!” kata anak tersebut dengan tersendat-sendat karena capek berlari. Aku penasaran dan memutuskan untuk turun. “ Aya, dimana kamu? Turunlah aku datang menjemputmu pulang.” Kata orang tersebut dengan lantang serta hanya menggunakan trening saja tanpa baju melekat ditubuhnya. Hal itu juga yang membuat anak-anak lainnya menjadi histeris apalagi cowok tersebut sangat keren. Semakin cowok itu berteriak, semakin banyak pula cewek-cewek yang mengerubuninya. “Andialya, Aku sudah lama menunggumu, jadi jangan buat aku menunggu lagi!” teriaknya lagi. Seseorang menarikku keluar “ aya, dia menyebut-nyebut namamu?” . “ Apa katamu?, mana mungkin”
“ Dia menyebut nama panjangmu, ANDIALYA.”
Aku heran dan menuju kekerumunan cewek-cewek tersebut dan berusaha mencapai titik paling depan. Terliht olehku cowok yang memang terlihat keren, dia seakan bingung harus memilih siapa yang akan menjadi mangsanya, tiba-tiba matanya tertuju padaku, menarik tanganku dengan lembut ke arahnya. Semua mata tertuju pada kami. Tanpa berkata-kata lagi cowok itu membawaku pergi. Ternyata dia membawaku ke daerah dekat kos’anku. “Maaf, kamu siapa? Kenapa tiba-tiba membawaku pergi seperti ini?”.
“Namaku Prince, aku tau kamu Aya. Dan kamu yang telah melepaskan aku dari kutukan buku itu, tapi kutukannya masih belum hilang seluruhnya. Aku rasa kamu bisa menghilangkannya.”

Aku hanya berfikir cowok ini sudah gila, kenapa di zaman modern seperti sekarang ini masih ada yang namanya KUTUKAN, tapi sayang juga kalau cowok sekeren dia jadi gila.
“Kenapa diam saja?, aku tau kamu kaget tapi tolong bantu aku waktuku hanya malam ini saja, karena kalau tidak kita tidak akan bersama.” Kali ini berhenti di suatu tempat dan menatapku dengan tajam, sungguh hatiku tak kuasa, dia begitu keren. Membuat jantungku berdegup kencang. “ Maksud kamu apa? Aku betul-betul tak mengerti dengan apa yang kamu bicarakan!”
“ Oke, beberapa hari yang lalu kamu membaca buku dan dengan itu kamu telah membuat aku bebas dari kutukanku.”
“ Tunggu, maksud kamu mimpi itu?” tanyaku penasaran. “ Bisa di bilang begitu kamu hanya harus berada disampingku disaat-saat masa kritisku.“ jawabnya
Malam harinya ia hanya berada dikamarku saja, tak mau makan, tak mau minum. Yang ia kerjakan hanyalah duduk di sofa sambil memandangiku, jujur ingin rasanya ku memarahinya tak pantas baginya menatap seorang gadis seperti itu. Anehnya lagi dia hanya tersenyum saja, “Ada apa? Apa ada yang salah? Aku bingung jangan-jangan dia benar-banar sudah gila.” Kataku dalam hati. “ Tenang saja aku tidak akan berbuat sesuatu yang tak wajar padamu, tapi tolong jangan sebut aku gila. “
Astagaaa.. dia bisa baca pikiranku?.
Pukul 23.59 wita. Malam itu terlalu dingin, tapi cowok itu belum juga tidur, dia masih saja duduk sambil menatapku. Dari pada salah tingkah aku memilih untuk tidur. Belum sempat aku memejamkan mataku tiba-tiba cowok itu berteriak seakan sesuatu sedang menggerogoti tubuhnya. Seketika angin berhembus kencang mirip pada mimpiku, bedanya saat ini aku sedang bersama cowok yang mengaku berasal dari buku yang ada dimimpiku.
Mungkin karena kesakitan diapun terjatuh dari sofa, aku mencoba untuk menghampirinya mencoba untuk menolongnya, ku raih tangannya dan memegangnya erat begitupun sebaliknya. “Heii.. ada apa ini? Kenapa kamu jadi begini.. tolong jangan teriak, aku takut!”

Dia terus saja berteriak, tiba-tiba sepasang sayap muncul dari punggungnya, genggaman tangannya semakin erat. Kali ini dia benar-benar kesakitan.
“ Prince,tolong katakan sesuatu padaku. Jangan diam saja” aku hanya bisa menangis karena takut, bukan!! Bukan karena takut, bukan juga kerena kasihan, tapi air mata ini terasa benar-benar jatuh dengan sendirinya. kali ini dia diam,tak ada lagi jeritannya, genggamannyapun melonggar. “ Ayaa.. maaf, aku gagal melawan kekuatan ini. Maaf karena Aku.. akuu.. tak bisa menemanimu, maaf bila aku mengganggumu”
“ Tidak, kamu tak boleh berkata seperti itu, walaupun aku tak tau apa yang terjadi tapi aku yakin kamu bisa bertahan.“ tangisku semakin menjadi-jadi seolah-olah aku takut kehilangannya. “Tidak aya, mungkin ini sudah takdirku. Mungkin juga takdir kita untuk disatukan bukan di dunia ini namun didunia lain.”
“Ayolah Prince, aku yakin kamu bisa. Jangan pergi begitu saja kali ini aku yakin kita memang ditakdirkan bersama.”
“Maafkan aku Aya”

Aku tak kuasa menahan air mataku, dia benar-benar pergi. Aku tak tahu harus berbuat apa selain menggenggam tangannya dan menangis.
“Prince, aku tak mengerti dengan diriku. Padahal baru kali ini kita bertemu tapi kenapa ketika kamu pergi hati ini benar-benar sakit? Kembali Prince, kembalilah..”
Tiba-tiba dia melayang, sayapnya hilang begitupun dirinya. Lenyap begitu saja.
Aku dibangunkan oleh cahaya yang mengintip dicela-cela jendela kamarku, kubuka mataku dan mencoba bangkit dari lantai. Ku berpikir kali ini ku bermimpi lagi, namun tiba-tiba sehelai bulu putih yang putih dan bersih jatuh di atas pundakku, ku mengambilnya dan berkata “ ku pikir ini nyata “ kenyataan yang menyayat hati.
Disekolah ku coba untuk menenangkan diriku, berpikir jernih dan mencoba untuk melupakan kejadian semalam dan menganggapnya sebagai mimpi seperti malam-malam yang telah lalu.
Ku pergi ketaman belakang sekolah, karena hanya tempat itu yang sering kudatangi ketika ada masalah. “Ayaa, kamu di mana?” terdengar seseorang sedang memanggil namaku.

Suara itu, aku kenal suara itu. Itu suara Prince. Ku mencari dari mana asal suara itu dan ternyata bukan, Alice memanggilku karena jam istirahat sebentar lagi usai. “ Ayaa, jangan pergi!” kali ini sura Prince terdengar lagi, aku pikir itu hanya hayalanku saja. Dan ku tetap melangkah kedepan. “Ayaa, tolong jangan tinggalkan aku. Aku kembali untukmu?.” Aku menoleh, dan kali ini betul itu Prince. Ku berlari kearahnya. “ Maaf, aku terlambat menjemputmu? Setalah urusanku selesai aku langsung berlari kesini karena sayapku telah tiada”
“ Ini sungguh kamu?, aku pikir tadi malam kamu..” dia menyuruhku diam dan aku menurut. “ Aku kembali karena ketulusanmu. Menemani aku sampai akhir, dan inilah hasilnya. Aku disini untuk menemanimu.”
Aku hanya tersenyum, iapun memeluk erat tubuhku. Sungguh hangat,dan erat.

SELESAI
 
Sumber: http://www.cerpencinta.net/2014/10/pangeranku-tanpa-sayap-karya-nurjannah-s.html

CERPEN CINTA

KAMU YANG TERINDAH
Cerpen Karya Er-En
Malam. Bukakan pintu mimpi indah penutup hari. Berikan yang terindah untuk yang terindah. Yang teindah dari semua yang kau ciptakan indah. Deny.
***

Aku Zahra, ini hanya sepenggal kisah dari kisah yang ada dalam hidupku. Jendela terbuka, sinar mentaripun menerpa. Sudah pagi. Rutinitas pagi hari. Suara-suara dari luar sana, ibu-ibu memilah-milah sayuran di jalan samping rumahku. Gelak tawa anak-anak memakai seragam merah putih berlarian menuju sekolahnya. Aku masih di tempat tidurku. Mengerjapkan mata yang masih susah terbuka.

Ku mulai rutinitasku, mandi, sarapan berangkat sekolah. Sekolah ku memang sedikit jauh, tapi setiap pagi ada yang selalu menjemputku dengan senyuman di balik pintu depan rumah. Dia Deny, orang yang selalu menghujani perhatian untuk ku. Entah mengapa.
“tintin”
“Bunda, Zahra berangkat dulu ya, tuh Deny udah jemput”, ucapku pada Bunda yang selalu menemani ku menghabiskan sarapan pagi yang selalu ia hidangkan.
“Iya, ati-ati”, jawab Bunda.
***

“ Sory lama, hehehe”, ucapku pada Deny sambul naik ke motornya.
“Iya, ngga papa kog”, jawab Deny di ikuti senyumnya seketika ia memutar gas menjalankan roda dua ini.
Manis. Selalu itu yang ku pikirkan saat Deny tersenyum. Dan saat itulah aku sadar, AKU SUKA DIA.
***

“ Kamu duluan aja, aku parkir motor dulu.”, ucap Deny.
“Okay..!!”, aku melangkahkan kakiku menuju kelas, dan BRUG!! Buku yang ku bawa berjatuhan di lantai.
“Ra’.. sory gue nggak lihat elu. Gue bantuin deh ya.. maaf.. maaf banget.”, ucapnya sambil membantu membereskan buku-buku ku yang berjatuhan di lantai.
“Engga papa kog Don.”, jawabku yang juga sambilmembereskan buku-buku yang berjatuhan di lantai.

Dia Dony, orang yang mendekatiku selama ini. Aku salut dengan perhatiannya. Tapi sayang, hati manusia tidak bisa di atur dan cinta nggak bisa otomatis tikung sana sini.
“Ada yang sakit nggak? kalo ada aku bantuin ke UKS”, ucapnya lagi sambil memandangku. Pandangan yang menyejukan, mendalam namun aku tak suka.
“ Enggak kog, yaudah, aku mau ke kelas, di tungguin Deny.”, jawabku dengan menyebut nama Deny yang aku tau itu membuatnya terluka. Aku tau itu, sinar matanya berubah masam dengan senyum kecut yang ia berikan untuk menutupi kecewanya. Maaf.
***

Ternyata Deny sudah ada di tempat duduknya. Wajahnya muram. “Eh Den, kenapa? Kog pasang muka asem gitu?”, tanya ku.
“Nggak apa-apa”, jawabnya sambil berdiri meninggalkan ku sendirian di tempat duduk ini. Aku bingung, mengapa dia berubah. Aku menunggunya… 5 menit. 10 menit. 15 menit. Deni tak kembali. Aku memutuskan mencarinya.
Sampai di kantin, aku melihatnya bersama Vina. Aku merasa hal berbeda. Sedih, marah, tak terungkapkan. Aku sesak. Aku cemburu.

Aku mendekati mereka yang bercanda dan tertawa. Tanpa pikir panjang aku duduk di antara mereka, “PERMISI”.
“Kamu kenapa sih?”, tanya Deny.
“Kamu yang kenapa? Tiba-tiba cueg, terus dua-duaan lagi sama dia.”, jawabku.
“Ya kamu tadi juga dua-duaan sama Dony.”, jawab Deny.
“Dia Cuma bantuin aku beresin buku kog.”, ucapku sampil pasang muka jutek.
“Ya udah , aku sama Vina juga Cuma duduk doang kog, enggak lebih, terus apa masalahnya ?”, tanya Deny.
“Ya aku cemburu.” Jawab ku spontan tanpa pikir panjang. Malu. Aku langsung berdiri dari tempat itu dan berniat untuk pergi. Tapi tangan Deny menahanku. “Aku sayang kamu Ra.” Ucap Deny. Aku menoleh padanya, dia menatapku lembut. “Apa kamu bilang?” , tanyaku memastukan bahwa aku tidak salah dengar. “Aku suka kamu sejak lama, aku juga cemburu liat kamu sama Dony tadi.”, jawabnya. “Kamu mau kan jadi orang special dalam hidup aku? Temenin aku di semua keadaan. Aku tau, kamu juga sayang aku kan? iya kan?”, ucap Deny lagi. “ Aku mohon. Jadilah yang terindah dalam hidupku.”, ucapnya lagi yang kali ini sambil berlutut memegang lembut tanganku.

Aku hanya diam, mataku berkaca-kaca, tanpa ku sadari air mata ini jatuh. “Aku mau”, jawabku. Deny bangkit dari posisinya semula dan langsung memelukku di sertai tepuk tangan riuh siswa-siwa lain di kantin.
“Woy.. temen-temen, ada yang baru jadian nih… minta traktir yoookkkk…”, teriak Vina yang semula hanya diam dan disertai dengan gelak tawa seluruh siswa yang sedang duduk di kursi-kursi kayu itu.
“Loh Vin, kamu kog?”, tanyaku bingung pada Vina yang tiba-tiba teriak kasih pengumuman ke temen- temen. Vina hanya tertawa melihat kebingungan dimuka ku. “Iya, jadi aku sama Vina Cuma mau ngerjain kamu aja, aku mau liat reaksi kamu.. eh taunya ceburuuuuu” ucap Deny sambil mencubit pipiku yang kembali lagi di sertai sorakan teman-teman.

Hari ini aku bahagia, hal terindah itu memilikiku dan jadi milikku. Meski aku tau, di balik dinding itu ada yang termenung menangisiku. Dony.
 
 
Sumber: http://www.cerpencinta.net/2015/03/kamu-yang-terindah-karya-er-en.html

CERPEN CINTA

SALAHKAH AKU MENCINTAIMU?
Cerpen Karya Geofany Pramesti
Banyak orang bilang kalau masa-masa SMA itu masa yang paling indah. Katanya sih, masa SMA adalah masa dimana para remaja mencari jati diri, masa peralihan dari masa remaja menjadi dewasa, atau masa dimana seseorang mulai mengenal cinta. Hari ini, pagi ini aku resmi menjadi siswa SMA baru. Hari pertama MOS kali ini tidak begitu menarik menurutku. Tetapi hari-hari berikutnya aku merasa ada yang berbeda dengan kedatangan murid baru. Iya anak cowok yang telat masuk dari hari pertama. Menurutku sih anaknya biasa-biasa aja, anaknya tinggi, kulitnya kecoklat-coklatan. Apa yang spesial dengannya? Tapi yang membuat aku heran adalah rata-rata teman cewekku di kelas mengaguminya atau bahkan menyukainya. Benar-benar aneh. Memang sih aku akui wajahnya agak sedikit tampan, tapi... ah sudahlah ngapain aku mikirin dia? Nggak penting juga.

Seminggu kemudian pengumuman pembagian kelas baru diumumkan. Papan pengumumannya penuh dengan para siswa. Aku pun turut berdesakan melihat hasil pengumuman itu. Saat aku lihat satu persatu nama siswa yang ada di daftar, “Apa? Raka Adiputra sekelas denganku? Kok bisa gitu sih?” aku terkejut saat melihat nama anak itu ternyata sekelas sama aku. “Memangnya kenapa? Nggak suka ya?” aku pun sontak menoleh ke arah salah satu siswa disampingku. Betapa terkejutnya aku saat melihatnya, melihat ia berada di sebelahku & ia mendengar perkataanku tadi. Raka berada disebelahku saat itu. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihatnya. Aku hanya bisa bengong dihadapannya. Andai saja aku tak berkata begitu tadi, hal ini tak akan terjadi. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya tapi Raka malah memanggilku & ia membuatku menghentikan langkahku, “Kenapa malah pergi? Ada apa dengan Raka Adiputra? Apa kau punya masalah dengannya?” tanyanya sambil ia berjalan mendekatiku. “Oh ehm nggak. Nggak ada apa-apa kok.” jawabku dengan sedikit gugup & aku pun pergi meninggalkannya.

Sudah 2 minggu ini aku sekelas dengan Raka. Rasanya dunia ini berjalan sangat cepat. Dulu waktu pertama kali ketemu, aku selalu nethink padanya. Tapi setelah mengenalnya, ternyata ia baik juga. Aku pikir Raka itu anaknya nggak asik, sombong tapi setelah aku lihat selama ini ternyata nggak juga. Semakin lama aku makin akrab dengannya, dengan Raka. Iya bisa dibilang aku dengan Raka cukup dekat. Tapi semua ini cuma sebagai teman karena Raka sendiri udah punya pacar. Iya meskipun begitu, tak masalah bukan? Selain itu, Raka sering menceritakan apapun. Entah itu saat ia mengalami masalah ataupun saat bahagia. Sejauh ini aku nggak nyangka dengan keadaanku sekarang. Yang awalnya benci dengan Raka, sekarang malah jadi teman. Takdir memang selalu memberikan kejutan bagi semua orang, tak terkecuali aku.

Namun akhir-akhir ini, Raka tak seperti biasanya. Ia sering murung tanpa alasan. Saat aku tanyakan mengapa ia murung, ia tetap diam saja. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Saat aku melihatnya di kantin sendirian, aku mencoba untuk menghampirinya & menanyakan apa yang tengah terjadi padanya. Saat aku duduk di dekatnya, aku tak tega melihatnya saat itu. Ia melamun sambil memandangi minuman dihadapannya itu. “Raka, kamu kenapa? Akhir-akhir ini aku liat kamu kok kamu sering melamun? Ada apa?” tanyaku penasaran. Tapi Raka tetap bungkam, ia tak mau menjawab perkataanku tadi. “Raka, kalau ada masalah cerita sama aku ya.” kataku. “Aku baru putus sama pacarku.” akhirnya Raka cerita juga. Tapi...apa yang dia bilang? Baru putus? Iya ampun aku pikir ada masalah serius dengannya. Raka, seorang cowok yang aku kenal selama ini, cowok yang selalu riang tapi bisa bersikap begitu setelah putus dari pacarnya? Aku benar-benar nggak nyangka. “Raka, kamu itu cowok. Kamu harus tegar dong. Masa’ gara-gara diputusin aja udah sering ngelamun kayak gini? Kamu itu jangan...” belum selesai aku bicara Raka langsung memotong ucapanku. “Kamu nggak tau apa-apa, Rara. Selama ini aku sangat menyayanginya.!” katanya. Aku tak percaya dengan apa yang aku hadapi saat ini. Aku mencoba menenangkannya tapi ia malah memarahiku. “Apa yang salah denganku, Raka? Aku cuma ingin membantumu. Sebenarnya aku nggak mau ikut campur masalahmu ini, tapi aku nggak tega ngeliat kamu terus-terusan murung kayak gini. Buat apa kamu masih mikirin dia yang telah menyakitimu?” mendengar perkataanku ini justru membuat Raka marah padaku, “Aku nggak mau dikasihani, apalagi sama seorang cewek seperti kamu! Sebelumnya, aku juga nggak minta kamu buat nasihatin aku, bukan?”

Apa aku tak salah dengar barusan? Raka berbicara seperti itu padaku? Apa yang ada di pikiranmu saat ini, Raka? kenapa kau bisa berkata seperti itu padaku? Rasanya ada gejolak dalam perasaanku ini. Aku berusaha menahan rasa marahku ini padanya, aku nggak nyangka Raka bisa berkata seperti itu padaku. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya. Meninggalkannya sendiri dalam kesedihannya itu.
Semenjak kejadian itu, aku sama sekali belum berbicara apa-apa lagi padanya. Saat bertemu dia pun, aku memilih untuk diam padanya. Rasanya teman yang dulu aku kenal itu, teman yang selalu riang, selalu bersamaku. Kini ia telah menjauhiku. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang ada di pikirannya saat ini. Menjauhiku? Apa itu jalan keluarnya, Raka? Lamunanku berhenti saat hpku bergetar saat itu. Kubuka hpku dan ternyata...

1 message from Raka. Seketika itu aku langsung membacanya.
“Rara, aku minta maaf soal kejadian waktu itu di kantin. Gara-gara kejadian itu, hubungan pertemanan kita jadi renggang. Aku nggak tau kamu masih marah sama aku apa enggak. Yang jelas aku minta maaf padamu atas kelakuanku waktu itu. Sebagai rasa maafku, aku mau ngajak kamu makan nanti pas pulang sekolah. Kamu mau kan?”
Kumasukkan hpku ke dalam tas. Aku tak mau membalas pesan dari Raka. Aku tak tau apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Iya meskipun ia telah meminta maaf padaku, tapi rasanya hati ini masih berat untuk memaafkannya. Aku pergi ke kantin untuk membeli makanan & aku pun pergi ke taman sekolah untuk menenangkan pikiranku. Melihat keindahan taman sekolah, sejenak dapat melupakanku akan masalahku dengan Raka. Tak lama kemudian teett..tett..teettt... bel masuk pelajaran terakhir telah berbunyi. Segera aku berjalan menuju kelas dengan wajah yang muram.

Sesampainya aku di kelas, kubuka hpku saat itu. Saat kubuka ada 10 pesan dari Raka & 3 misscall darinya. Isi smsnya sama. Meminta maaf padaku & mengajakku makan. Dengan berat hati aku langsung membalas pesan darinya :
“Iya, aku mau.”
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengirim pesan itu. Tak perlu mengetik pesan panjang-panjang. Toh, dia pasti sudah mengerti kalau aku masih marah padanya.

Sepulang sekolah Raka menungguku di depan sekolah dengan sepeda motornya. Ia mengajakku ke kedai siomay kesukaanku yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sesampainya disana, Raka langsung memesan 2 porsi siomay. Aku masih diam saat itu, seketika itu juga Raka langsung bertanya padaku, “Aku minta maaf Rara. Aku tau kamu masih marah padaku atas sikapku yang terlalu kasar padamu. Maafkan aku ya Rara.” katanya sambil tersenyum dihadapanku. Melihat senyumannya yang manis itu, tak tega rasanya jika tidak memaafkannya. Aku pun langsung menganggukkan kepalaku. “Tapi, kalau kamu udah maafin aku. Kenapa kamu masih murung? Apa kamu nggak ikhlas maafin aku?” tanyanya penasaran. “Ehm enggak kok. Aku nggak apa-apa. Aku udah maafin kamu. Aku senang melihatmu nggak sedih lagi.” kataku seketika itu sambil tersenyum dihadapannya. Kalau boleh aku akui padamu, Raka....aku sangat sedih kalau kita bertengkar kayak gini. Baikan lebih baik, bukan? “Wei, kok malah diam? Ada apa?” sontak Raka langsung membuyarkan lamunanku saat itu. Aku sontak menggeleng padanya. Tak lama pesanan kami datang. Sudah lama rasanya makan bareng sama Raka. Hmm, hari ini bisa dibilang hari yang paling bahagia buatku.
“Oh ya, ada yang mau ceritain ke kamu. Berita yang paling membahagiakanku.” katanya sambil tertawa lebar. “Apa itu?” tanyaku penasaran. “Kemarin, aku baru aja balikan sama Putri. Kamu tau nggak, Rara. Aku seneng banget. Pokoknya mulai sekarang aku akan menjaga hubunganku ini dengan Putri. Aku sangat sayang padanya jadi aku nggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya.” katanya sambil tersenyum riang. Seketika itu pun aku terdiam. Apa? Balikan? Raka sama Putri balikan? Apa aku tak salah dengar? Kata-kata yang baru keluar dari mulutnya Raka begitu menusuk hatiku. Apa yang tengah terjadi padaku? Kenapa aku tak begitu senang mendengarnya? Apa aku selama ini.... Ahh, tidak mungkin.
“Rara, ada apa? Kelihatannya kamu nggak begitu senang mendengarnya?” tanyanya. “Nggak apa-apa. Aku senang kok. Senang sekali. Senang melihatmu bahagia kayak gini.” Mendengar perkataanku, Raka langsung tersenyum bahagia. Senyumnya itu menandakan kalau ia merasa sangat bahagia. Aku berusaha tersenyum dihadapannya. Meskipun itu adalah sebuah senyuman palsu. Melihatmu bahagia kayak gini, aku cukup senang. Meskipun kau tak tau apa yang tengah aku rasakan saat ini.

Sejak pembicaraanku dengan Raka itu, aku memilih untuk mengurung diri di kamar sampai malam. Aku hanya keluar saat makan malam saja. Di kamar, aku meraih sebuah buku tulis–aku tidak terlalu memperhatikan itu buku tulis apa–yang telah berisi setengah. Kubuka halaman yang masih kosong secara acak.

Lalu kutuliskan semua isi hatiku disitu :
Apa yang spesial darinya? Sehingga kau memilih untuk kembali kepadanya. Tak ingatkah kau akan 1 hal? Dia...dia pernah menyakitimu dulu.

Lalu kubuka lembaran kosong & aku tulis lagi disitu :
Apa...hatimu sudah tertutup buat orang lain sehingga kau memilih kembali pada orang yang pernah menyakitimu dulu. Kenapa kau tak bisa membuka hatimu buat orang lain?
Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Saat aku tau kau tengah rapuh, aku berusaha mengobati luka itu. Tapi..tapi kenapa kau malah memarahiku, Raka? Bahkan perkataanku saat itu, tak kau dengarkan sama sekali. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memberikan senyuman palsuku itu lagi diatas kebahagiaanmu? Aku tak bisa, aku tak bisa memungkiri kalau aku suka sama kamu, Raka. Aku...aku telah terjebak dalam perasaanku sendiri padamu.

Kubuka lembaran kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Apakah mencintaimu adalah sebuah kesalahan bagiku?
Kututup buku itu. Air mataku yang keluar saat itu juga tak bisa aku tahan. Biarkanlah air mata ini menetes. Air mata ini telah mewakili hatiku merasakan akan kesedihan yang aku alami saat ini.
Keesokan harinya, di kelas. Raka meminjam buku tulis Ppknku karena ia belum sempat menyalin materi kemarin. Tanpa berpikir panjang aku langsung meminjam bukuku pada Raka & aku langsung meninggalkannya di kelas. Raka segera mengambil buku itu. Memang Raka jarang mencatat materi yang diberikan oleh guru sehingga ia sering meminjam bukuku.

Kali ini aku mendapati sikap Raka yang tidak biasa padaku setelah waktu hampir menunjukkan jam pulang sekolah. Tatapannya itu sungguh aneh padaku. Apa yang tengah terjadi padanya? Sejak dari jam ke 4 pelajaran tadi ia sama sekali tak berbicara sepatah kata pun padaku. Bahkan wajahnya cenderung muram.

Saat aku hendak pulang, tiba-tiba Raka menarik tanganku tanpa berbicara sepatah kata pun padaku. Ia membawaku ke lantai 2 sekolah. Apa maksudnya ini? Aku sama sekali tidak mengerti mengapa Raka membawaku kesini.
“Aku mau tanya sesuatu ke kamu. Kamu harus jawab jujur.” sambil mencondongkan badannya dihadapanku. “Kamu kenapa sih? Serius amat bicaranya. Ada apa?” tanyaku penasaran. “Apa benar tulisan-tulisan yang ada di buku tulis kamu ini benar tulisan kamu?” katanya sambil mengeluarkan buku tulis itu yang ada dalam tasnya. Aku sempat heran dengan tatapan wajahnya Raka padaku. “Tulisan? Tulisan apa sih? Catatan materinya ada yang salah ya?” kataku. “Kau tak ingat tulisan apa yang pernah kau tulis di halaman belakang buku tulismu itu?” sambil membuka buku tulis itu. Semakin lama aku seperti orang bodoh yang tiba-tiba aku tak dapat mengingat apa yang aku tulis sebelumnya.
“Apa maksudnya ini, Rara? Ini bukan tulisan kamu kan?” tanyanya sambil menunjukkan tulisan itu padaku. Saat aku membacanya, aku langsung terkejut. Rasanya aliran darah pada nadiku sontak berhenti sejenak. Jantungku berdebar kencang saat itu. Aku tak dapat berkata apa-apa waktu itu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Ya Allah, apa yang harus aku katakan pada Raka?

“Ra, jawab pertanyaan aku. Yang kamu tulis ini bohongan kan?” sambil menggoyang bahuku. Apapun yang terjadi, aku harus katakan yang sebenarnya pada Raka. pikirku saat itu juga. Sambil menarik nafas dalam-dalam aku mulai membuka mulutku & mulai berkata, “Itu benar. Aku yang nulis semuanya.” Kataku seketika itu. Aku bisa merasakan ada sedikit kekecewaan pada raut muka Raka setelah mendengar perkataanku. Berbicara jujur padanya cukup membuat aku lega tapi disisi lain, aku takut...aku takut kalau Raka akan menjauhiku. Beberapa menit berlalu, kami berdua saling diam. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Raka. Aku pun demikian, menangis adalah salah satu cara seseorang untuk mengekspresikan perasaannya saat itu. Air mataku kembali menetes, air mata yang sama saat aku menulis ‘tulisan’ itu di bukuku.
“Raka..aku minta maaf. Seharusnya aku sadar dari dulu kalau aku harus menghilangkan perasaanku ini padamu. Tapi...aku tak berdaya. Perasaan itu...perasaan yang salah itu tumbuh seiring berjalannya waktu. Aku...aku.” belum selesai aku berbicara, Raka langsung memotong perkataanku. “Rara, kamu nggak salah. Aku yang bodoh, selama ini aku nggak sadar akan hal ini. Aku terlalu egois memikirkan diriku sendiri.” jawabnya. “Tapi Raka..” seketika itu Raka langsung memegang bahuku. “Aku hargai perasaanmu itu padaku. Tapi maafkan aku, aku tidak bisa membalas perasaanmu itu. Hatiku sudah ada yang memiliki. Tapi kau adalah temanku, kau boleh anggap aku sebagai teman dekatmu tak lebih dari itu.” Mendengarnya, sontak membuatku ingin memeluknya. Aku memeluk Raka seketika itu juga & air mataku tak henti-hentinya menetes karena air mata ini adalah air mata kebahagiaanku.

Sumber: http://www.cerpencinta.net/2015/03/salahkah-aku-mencintaimu-karya-geofany.html

CERPEN ISLAM

SEPOTONG HATI UNTUK TUHAN 
Cerpen Karya Mustopa Kamal Btr
Di keheningan senja menyapa alam selepas shalat maghrib di rumah, ayah memandangi wajah mungilku yang sebentar lagi akan duduk di bangku sekolah dasar. Aku balas pandangan ayah dengan tatapan kasih sayang. Dari raut wajahnya seolah ayah ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi aku tidak tahu apa yang ada dibenak ayah. Ternyata benar, tiba-tiba ayah berkata kepadaku:
“Nak, kalau kamu nanti sudah besar ayah akan menyekolahkan kamu ke pesantren, agar kelak kamu menjadi anak yang saleh”
Aku menganggukkan kepala, dengan kepolosan wajah menandakan bahwa aku mengiyakan ucapan ayah.
Seiring dengan berputarnya waktu mengikuti arah jarum jam, hari ini adalah hari pertamaku duduk dibangku sekolah dasar SD Negeri 147545 Bange. Aku sangat senang bertemu dengan guru-guru yang baik hati dan teman baru yang lucu-lucu. Hari-hari di sekolah, ku lalui dengan riang gembira.

Tiada terasa enam tahun sudah berlalu, disudut malam bersamaan dengan gerimis hujan yang menghampiri bumi, ayah mendekati aku di ruang tamu sembari berucap:
“Dayat, sebentar lagi kan kamu akan lulus SD nak, sebenarnya ayah sangat menginginkan kamu masuk pesantren, sesuai dengan rencana ayah dulu. Tapi di sisi lain, ayah belum tega berpisah karena kamu satu-satunya anak lelaki ayah, dan kelihatannya kamu juga masih terlalu kecil untuk tinggal di asrama”
“Iya yah, dayat menurut saja sama ayah” jawabku dengan polos.
“Bagaimana nak kalau kamu masuk pesantrennya nanti setelah lulus SMP?”
“Iya yah, Dayat setuju”
Setelah lulus SD, akhirnya aku terlebih dahulu dimasukkan di SMP Negeri Madina, Sumut.
Pergeseran waktu begitu cepat, sekarang aku telah duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Saat ini Aku benar-benar merasakan goncangan jiwa yang tidak seperti biasanya, setiap hari aku selalu ingin mencoba sesuatu yang belum pernah aku rasakan.
Di usia remaja ini, aku ingin lepas sebebas-bebasnya tanpa kekangan dari siapapun. Kata keluarga, sikapku sangat jauh berubah sembilan puluh derajat dari sebelum aku kelas tiga, tapi aku tidak mengiraukan omongan mereka.

Ketika aku nongkrong di kedai samping rumah, tiba-tiba Romi menghampiriku.
“Dayat, nanti malam kita ke diskotik yuk...!!!” Ucap Romi, sembari mendekat.
“Ngapain Romi?” jawabku.
“Ngapain lagi yat, biasa anak muda...”
“Aduh... rom, aku nggak bisa, aku nggak pernah ke tempat gituan”
“Yat... Dayat... kamu itu udah gede, kamu bukan anak ingusan lagi, kamu itu harus gaul men... biar kamu nggak dibilang teman-teman yang lain dengan sebutan cupu bin katro”
Karena tidak mau dibilang cupu dan katro, lalu akupun mengiyakan ajakan Romi tersebut.
Aku susuri persimpangan malam dengan perasaan tidak menentu, ketika pulang dari diskotik menuju rumah. Setibanya di kamar tidur, aku rebahkan sekujur tubuh di ranjang bergaris-garis biru, pikiranku tidak karuan seolah ada kekhawatiran dan perasaan tidak enak. Karena malam sudah larut, aku paksakan mata memejam karena besok kami akan menerima rapor di sekolah.
Di bawah terik mentari yang tersenyum sekitar pukul sebelas siang ini, aku pulang dari sekolahku menuju rumah, dari kejauhan terlihat senyum manis memancar dari dua orang insan yang sedang menantikan sang anak. Mungkin mereka berharap dihari penerimaan rapor semester satu ini sang buah hati tetap bisa mempertahankan rangking satunya.

Aku tidak tahu lagi harus bagaimana karena nilai raporku turun drastis, dengan perasaan tidak menentu aku beranikan diri mendekati ayah dan ibu. Melihat nilai raporku yang sangat jelek, ayah langsung marah kepadaku.
“Kamu ini gimana sih, nilainya kok bisa jelek gini, kamu ini cuma bisa malu-maluin ayah saja, beginilah... kalau kamu tidak mau lagi diatur”
“Sudah pak, mungkin Dayat juga tidak menyangka nilainya begini” jawab ibu, mencoba meredam kemarahan ayah.
Ayah pun melangkah pergi, meninggalkan aku dan ibu. Aku tidak ambil pusing terhadap apa yang baru ayah katakan, yang penting aku tetap bisa happy menjalani hidup.

Setengah tahun telah berlalu, ketika mentari pamit pulang ke ufuk barat, burung-burung lalu-lalang menuju peraduan masing-masing dan pelangi menghiasi sore nan indah. Di dalam rumah, ayah mendekati aku ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan musik di kamar. Lalu ayah berkata kepadaku:
“Dayat, satu minggu lagi kan kamu sudah lulus SMP, jadi ayah ingin kamu masuk pesantren nak, bagaimana menurutmu?”
“Aduh... aku gak suka sekolah pesantren yah, aku gak berani tinggal di asrama” jawabku mencari-cari alasan.

Ibu tiba-tiba mendekati kami, mungkin tadi beliau mendengar pembicaraanku dengan ayah, lalu ibu memegang tanganku sembari membujuk:
“Nak, apa yang dikatakan ayahmu demi kebaikan kamu juga”
“Gimana sih ibu, bukannya mau membela, malah dukung ayah lagi. Mau jadi apa aku nanti kalau aku sekolah di pesantren?” menyahut ucapan ibu dengan angkuhnya.
“Nak, kalau ibu dan ayah nanti meninggal, siapa yang akan menyolatkan dan mendoakan kami ?”
hatiku sontak kaget mendengarkan kata-kata ibu, bagaimana pun juga aku masih mempunyai hati nurani. Aku sangat terharu mendengarkan ucapan ibu tersebut, seorang manusia yang telah mengorbankan hidup dan matinya untukku sejak dari alam rahim. Sejenak hatiku luluh mendengarkan ucapan ibu tadi.

Di hari minggu ini, cuaca sangat mendung, semendung hati yang aku rasakan. Aku benar-benar berada dipersimpangan hati, apakah menuruti kemauan kedua orangtua atau tidak. Tiba-tiba saja ibu menghampiriku dari belakang, dengan suara kasih sayang ibu berusaha menenangkan kerisauan hatiku. Mungkin tadi ibu memperhatikan aku ketika duduk di kursi berwarna hitam ini.
“Yat, ibu tahu hati anak ibu sedang risau, apa yang kamu pikirkan nak?”
“Nggak ada bu, Cuma kurang fit aja”
“Kamu tidak boleh bohong sama ibu, pasti kamu masih belum bisa menerima keputusan ayah dan ibu”

Kemudian ibu mencoba menenangkan hatiku yang sedang galau tingkat tinggi ini.
“Nak di dalam tubuh manusia itu ada yang disebut dengan hati, ia ibarat sepotong roti yang harus dipersembahkan kepada yang pantas kita cintai, kamu ngerti kan?”
“Iya bu” Jawabku walaupun aku tidak tahu maksud perkataan ibu.
Dengan perasaan terpaksa akhirnya aku menuruti permintaan ayah dan ibu. Setelah lulus dari bangku SMP, aku didaftarkan ke salah satu pondok pesantren. Mendengar aku masuk pesantren, teman-teman sebaya mengucilkan aku di kampung, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya karena mungkin inilah jalan takdir yang harus aku hadapi.

Awalnya aku ingin berhenti setelah satu minggu di pondok ini karena berbagai peraturan yang sangat ketat, berkat dorongan ayah dan ibu akhirnya aku betah juga di tempat para mujahid ilmu ini. Di pondok ini juga aku benar-benar merasakan kedamaian hati yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Seolah-olah aku terlahir kembali menjadi Muslim yang sesungguhnya, bukan hanya Muslim di KTP saja.

Malam Jumat tepat pada pukul 12.00 aku terbangun dikeheningan malam, aku teringat semua kesalahan yang pernah aku perbuat dan juga teringat kepada keluarga di kampung. Di tengah suara jangkrik yang sahut menyahut, aku mengambil air wuduk, untuk mengerjakan Shalat Tahajjud. Air mataku bercucuran membasahi sajadah ketika berdoa dan meminta ampun kepada sang khalik selepas shalat Tahajjud. Setelah curhat kepada Allah hatiku begitu tenang dan damai.

Ketika sedang di ranjang tidur, aku teringat kepada perkataan ibu bahwa di dalam tubuh manusia itu ada yang disebut dengan hati. Hati itu ibarat sepotong roti yang harus dipersembahkan kepada yang paling pantas untuk dicinta. Sejenak aku terdiam bingung seolah ada yang membisikkan maksud dari perkataan ibu kepadaku, pikiranku langsung terbuka dan tahu jawabannya, maksudnya adalah hati itu harus dipersembahkan kepada yang paling pantas dicintai di jagat raya ini, yakni kepada tuhan semesta alam, Allah SWT. Aku pun tersenyum sendiri setelah mengetahui maksud dari ucapan ibu itu.
Aku pun berjanji pada diriku sendiri bahwa kesucian sepotong hati yang ada di dalam tubuh ini akan aku persembahkan kepada tuhan, dengan mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Dari jendela dekat ranjang aku menatap ke langit, terlihat bulan yang sedang bahagia seolah menjadi saksi bisu dari pertaubatanku.

SELESAI
Sumber : http://www.cerpencinta.net/2014/09/sepotong-hati-untuk-tuhan-karya-mustopa.html

CERPEN KELUARGA

SURAT KECIL UNTUK ADIK
Cerpen Karya Raden Fadli Daulay

Namaku Jessica veranda, orang-orang akrab memanggil ku dengan panggilan Jessica ataupun ve, umurku sekarang di tahun 2013 ini genap berusia 16 tahun, dan sekarang aku duduk di bangku kelas 2 SMA, dan sekolahku terletak di jalan proklamasi no 102 tepatnya di SMA Negeri 45 Jakarta, sekolah ternama yang ada di negeri ini, aku anak kedua dari 2 bersaudara, itu berarti aku hanya memiliki seorang kakak, yaitu yang bernama latifah adawiyah. Aku sangat sayang kakak, begitu pun dengan kakak.

Kami berdua terlahir dengan keadaan yang begitu sempurna, orang-orang bilang sih kami ini anak orang kaya, semua yang kami inginkan bisa kami dapatkan, itu sih pendapat mereka tapi tidak untuk kami berdua, bagi kami kaya itu hanyalah terletak pada harta, ya orangtua kamilah yang memilikinya bukan kami.

Kaya yang kami inginkan hanyalah berbentuk kebahagiaan, kasih sayang, itu saja sudah cukup, tapi sampai sekarang kami jarang mendapati itu semua, papa dan mama jarang pulang ke rumah, mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka dibandingkan kami berdua sebagai anaknya, papa dan mama sering kali ke luar negeri untuk urusan pekerjaan mereka, mereka pernah bilang ke aku ini semua kan demi kalian juga ve, ahh, biarlah, sudahlah, kamus lama, but mom and father, I Really Miss You… :’)..
“Ve cepat turun kesini, sarapan dulu liat itu udah jam berapa nanti kamu telat lagi loh,” teriak kakak dari bawah.
“iya-iya kak, ini juga udah siap kok” balasku

Beginilah kehidupan kami sehari-hari, kakak lah yang mengurusiku dikala papa dan mama tidak dirumah, dia yang masak, dia yang bangunin aku, dia yang mencuci pakaian ku, pokoknya kakak itu manusia yang luar biasa lah buatku, multi talenta, hehehe, kak I Love You …..

Setibanya dibawah……
“Kak mama dan papa kok belum pulang-pulang juga sih, udah 3 minggu ni loh mereka gak balik ke rumah, aku kangen kak,” tanyaku manja dengan kakak
“iya, kakak tau kok perasaan mu dik, tapi mungkin kan ada pekerjaan yang lebih urgen yang harus diselesaikan papa dan mama disana, makanya mereka belum bisa pulang” jawab kakak menyakinkanku
“owh, gitu ya kak, yaudah dech, aku pergi sekolah dulu ya kak, udah telat ni,”
“oke adik ku sayang, hati-hati di jalan ya”
“assalamua’laikum kak”
“wa’alaikum salam dik ku”

Pukul 07.15 wib, bel sekolah pun berbunyi tanda masuk kelas, untung saja aku sampai sekolah tepat sebelum satu menit bel berbunyi, huhhh, nyaris aku dihukum lagi….
“haiii ve, gimana hari ini udah siap PR matematika …?” teriak sendy memanggil ku dari belakang
“udah donk sen, kita kan anak rajin, hehe” jawab ku dengan nada sedikit sombong.
“ihhh, sok lah kau ve, bisa lah ni aku nengok, aku gak ngerti no 4 tuh lah” melasnya ke aku
“halah, sendy kebiasaan banget dech kamu, selalu aja ada no yang gak ngerti baru minta bantuan ke aku, huu, dasar sendy dut (sendy dangdut)”
“hehehe, kamu kan sahabat terpintar, tercakep, terbaik di dunia ini yang aku punya ve, makanya bantu aku ya friend…” rayunya
“hmmm, mulai ya sen, angkat-angkat aku, oke-oke kali ini aku kasih dech, tapi ingat seperti biasa, jam istirahat ke kantin ya, beli bakso bakar, deal..?” jawabku melakukan negosiasi ke sendy
“oke dech cin, deal, buat ve apa sih yang enggak, gampang itu mah ve,hehehe”
“nah gitu baru sendy, yuk masuk kelas, bapak tuh udah datang…”
“yuk”

Tak terasa pelajaran hari ini selesai begitu cepat dari pada hari biasanya, pasalnya guru-guru melaksanakan rapat bulanan di kantor, dan PR matematika tadinya yang ku janjikan ke sendy terpaksa di cancel, dia bilang nanti aja dirumah ku (ve) datang untuk mengerjakannya, dasar sendy, banyak kali maunya, tapi biarlah, dia memang sahabat baik ku semenjak kami duduk dibangku SD, aku dan sendy sudah begitu akrab, papa sendy juga teman bisnis papa ku, tapi mama sendy hanyalah dosen di salah satu perguruan tinggi di jakarta, maka tak heran kalau sendy dan aku sudah begitu akrab sampai sekarang.

Sesampainya dirumah….
“assalamua’laikum, kak ifah, aku pulang”
“wa’alaikum salam, dik ku, masuk” jawab kakak
“wah, wangi apa ini kak, kakak masak apa..?” tanyaku penasaran sesambil menyodorkan hidung ku mencari sumber wangi yang ada,…
“ini kakak lagi masak makanan kesukaan mu, ayam rendang dan cumi bakar ve”
“wahh, kakak tau aja dech seleraku, makasih ya kak” senyumku singkat ke kakak
“iya donk, kakak kan tau semua apa yang kamu suka ve, yaudah sana, ganti bajumu, habis tuh jangan lupa sholat zuhur dulu, baru nanti kita makan ya dik ku”
“oke dech kakak ku yang cantik, beres itu” hehehe.

Aku beruntung punya kak ifah yang sangat peduli dengan ku, aku pengen sekali di suatu hari kelak membuat bahagia kakak, setidaknya ada hal yang berguna yang dapat ku lakukan di penghujung hari kakak nantinya, aku tidak mau di tinggal kakak, aku takut kesepian dengan tidak kehadiran kakak di hari nanti, hanya doa yang bisa selalu ku haturkan ke pada Sang Khalik di setiap sujud ku, mudah-mudahan kakak selalu diberi kesehatan oleh Nya.

Ya kakak memang sedang berjuang melawan penyakit yang dia rasakan di tubuhnya, penyakit yang sudah tidak bisa lagi disembuhkan kecuali hanya mukjizat lah kakak bisa sembuh, setahun yang silam kakak di vonis oleh dokter mengidap penyakit kanker otak stadium lanjut , tapi Kuasa Tuhan memang begitu takjub, kakak mampu bertahan sejauh ini, pasalnya dokter bilang kalau sudah terkena penyakit ini, biasanya orangnya tidak lama setahun sudah finish (mati), dan yang itu juga menyebabkan kakak sudah tak secantik setahun yang silam, meskipun begitu kakak selalu saja tak pernah bosan melihatkan wajah yang memang tidak seperti orang sakit biasanya.

Dia selalu tersenyum di hadapan ku, papa dan mama tiap minggunya pun mengirim obat dari luar negeri untuk kakak yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit yang di derita kakak, pekerjaan papa dan mama yang menuntut mereka lebih ke luar negeri membuat aku kesal dengan keadaan yang sekarang kami alami, kenapa harus terjadi hanya kepada kakak, di tambah lagi orangtua kami yang tidak terlalu peduli dengan kami, aku terkadang nyaris tidak bisa menerima keadaan yang diberikan Nya kepada kami, tapi aku mencoba menghapus pandangan itu semua, aku yakin pada rencana yang tersusun rapi ini apa yang telah Dia buat, pasti ada kesimpulan yang baik yang dapat aku dan kakak rasakan kelak di hari nanti, semoga saja…..

Pernah sih kakak diajak mama dan papa untuk berobat di luar negeri di salah satu rumah sakit ternama yang berada di sana, tapi dengan lembut kakak menolaknya, kira-kira seperti inilah yang dikatakan kakak, untuk apa lagi lah aku diobati ma, pa, toh nantinya pun aku akan dijemput oleh Nya, dari pada habis duit sia-sia, bagus di simpan saja, buat biaya kuliah ve nanti,. Mama dan papa sudah bersikeras mengajak kak ifah, tapi respon kak ifah selalu saja menolaknya, dengan alasan yang sama.

Aku jadi sedih melihat kondisi ini semua, hanya air mata yang bisa ku keluarkan tanpa ada solusi yang bisa ku buat demi kesembuhan kakak, Ya Rabb, semoga Engkau memberi jalan keluar demi kesembuhan kakak, aku ikhlas bila Engkau mengambil Nya dari ku, sudah cukup berat cobaan yang Engkau berikan padanya, ku mohon pada Mu, akhirilah penderitaan kakak dengan senyuman nya yang indah di suatu hari kelak Ya Rabb, .
“Ya Allah Ve, ayuk buruan dimakan nasinya, nanti keburu dingin itu, malah melamun pulak lah ni anak” teriak kakak disamping ku memecahkan keheningan yang ada.
“ i i iya kak, maaf tadi aku melamun” jawabku terbata-bata”
“emang nya kamu ngelamunin apaan dik ku..?” tanya kakak dengan penasaran
“enggak ada kak, gak penting kok, yaudah yuk kak kita makan” hehehe
“heleh yakin…? Nanti masalah cowok laginya itu” senyum kakak singkat
“isss kakak ini lah, ada-ada aja, udah lah
“kak ayoklah makan, kok malah cerita lebar gini” sebalku
“hehehe iya iya, ayuk lah, maaf ya dik, jangan cemberut gitu lah, nanti hilang tuh joleknya”
“huuu kakak sih”

Selang beberapa menit kemudian….
“tit tit,” terdengar suara klakson mobil dari luar rumah
“siapa ya itu kak, aku jadi penasaran, apa mungkin itu papa dan mama ya,” tanyaku ke kakak
“kurang tau kakak ve, yuk coba kita tengok,” jawab kakak

Aku dan kakak pun cepat-cepat menghabiskan makanan kami, dan langsung melihat keadaan di luar memastikan apa benar itu papa dan mama…
“ve, ifah sehatnya kalian…?” terdengar sayup-sayup suara itu dari depan wajah kami…
“mama,… papa, jahat-jahat, kangen-kangen,..” kesalku sambil menepukkan tangan
“lohh, kok gitu sih ve, ni kan udah pulang mama dan papanya, mama dan papa janji dech gak akan ninggalin kalian lagi”
“tuh ve mama dan janji kok gak akan ninggalin kita, jangan mewek lagi ya, “ senyum kakak ke aku
“janji ya ma, pa !!!”
“iya janji kok ve” senyum papa ke aku
“oya fah, gimana keadaan mu kak, kumat lagi gak sakitnya, apa masih kurang obat yang papa dan mama kirim ke kalian,?” Tanya papa ke kakak
“Alhamdulillah untuk saat ini masih stabil kok pa,” jawab kakak
“hemm, syukurlah fah, besok kita check up aja lagi ya ke rumah sakit, gimana hasilnya, kan tiga minggu yang lalu pas terakhir kita ke rumah sakit, dokter yagami bilang dia mau nunjukkan hasil labnya ke kita, mau kan fah..?”
“iya pa mau ”

Keesokan harinya pun kami sekeluarga berangkat menuju ke rumah sakit, ku lihat wajah kakak yang semakin pucat dan pucat membuat aku syok, obat dan obatlah yang menjadi teman kakak sehari-hari, kondisi kakak terkahir kalinya memang semalam lah yang lagi baiknya, mungkin karena effect obat masih berpihak kepada kakak, badan kakak yang semakin kurus juga membuat ku semakin sedih, walaupun begitu kakak tetap tegar dan tidak melupakan semua kewajibannya kepada Nya sebagai hamba Nya, untung lah papa dan mama datang di saat yang tepat,..

setibanya di rumah sakit, kami langsung menuju ke ruangan dokter yagami bertugas, tak lama kemudian dokter mengajak papa untuk bercerita empat mata tanpa sepengatahuan kakak, aku jadi heran apa yang terjadi sebenarnya, tidak, aku tidak mau hal yang buruk lebih menimpa kakak lebih dalam lagi,.. Ya Tuhan sudah cukup semuanya, sudah sudah, ku mohon pada Mu, tunjukkan rasa kasih Mu kepada kakak, kali ini aja aku mohon pada Mu,..

“Pak, dengan sangat berat hati saya beritahukan ini kepada bapak dan sekeluarga, bahwa ifah sudah memasuki tahap stadium akhir, hasil lab menunjukkan bahwa, tumor yang ada di kepala ifah makin membesar, walaupun ifah bersikeras menutupi itu semua lewat wajahnya, tetap saja tidak bisa di bohongi, saya harap bapak dan sekeluarga bisa bersabar menghadapi ini semua” jelas dokter ke papa

“iya dok, saya tahu, terima kasih atas bantuan dokter selama ini, dokter sudah sejauh ini membantu untuk melawan penyakit ifah, mungkin kehendak Tuhan berbeda, selanjutnya kita lihat saja perkembangan yang akan terjadi pada ifah nanti dok”
“iya pak, semoga ifah dan yang lainnya bisa mendengar ini dengan kenyataan yang lebih ikhlas lagi ya pak” balas dokter

Didalam ruangan yang lain, dimana disitu ada aku, mama dan kak ifah, kakak memberikan senyumannya ke aku, kak ifah bilang,
“ve kalau nanti kakak sudah pergi, jangan tampakkan muka sedihmu ya adikku di depan kakak, kakak bangga kali punya adik sepertimu ve, kakak tidak akan bisa menemanimu setiap saat, kakak tau meskipun itu sulit bagimu ve, tapi kakak yakin ve pasti kuat kok nanti, janji ma kakak ya jangan cengeng dan jangan manja, kalau nanti kakak sudah tidak ada lagi, ya ve”. Senyum kak ifah lebar sambil memukul pundakku.
“tapi kak, jangan bilang kayak gitu, kakak pasti kuat kok, aku yakin, kakak pasti bisa melewati ini semua.

Tiba-tiba badan kakak yang kecil itu pun jatuh dan tersungkur di lantai…..
“ kakaaaaaaaaaaaaaak,”
“ada apa ve..?” Tanya papa
“itu pa kakak pingsan dan mengeluarkan darahh dari hidungnya,” jawab ku sambil menangis

Tanpa pikir panjang dokter yagami pun langsung membawa kak ifah ke ruangan ICU, cairan merah itu pun tak henti-hentinya keluar dari hidung kakak, linangan air mata pun turut membasahi pipi kakak, mungkin kakak sedang menahan betapa sakitnya penyakit yang menggerogoti badan serta kepalanya, papa dan mama juga tak henti-henti memanggil nama kak ifah, aku hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada, hanya bisa menunggu keajabaian akan terjadi kedua kalinya untuk kakak, aku tau rasa sakit itu kak, aku tau apa yang kakak mau sekarang, aku tau kak, aku tau semua itu….

Tak lama dari itu semua, dokter pun memanggil kami, dengan nada yang pelan dan wajah yang bimbang, kata-kata itu pun terucap,…

“dengan berat hati kami sampaikan, bahwa ifah sekarang telah tiada, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain”
“apa dok, tidak, itu tidak mungkin, jangan bilang kalau kak ifah sudah meninggal, kak ifah itu kuat, dia tidak akan meninggalkan ku sendirian di sini” jawabku dengan tangisan yang sejadi-jadinya.

Walaupun sekuat tenaga aku menahan rasa sedih ku dan berusaha agar tetap senyum dihadapan kakak, aku tidak bisa kak, maafkan aku, aku tidak bisa memenuhi kenginan kakak untuk yang terakhir kalinya, papa dan mama pun ikut terlarut dalam suasana haru pilu, mengikhlaskan kepergian kak ifah, ku lihat wajah kakak yang terkahir terlihat senyumannya yang begitu sejuk nandamai, pucat dan dingin ku genggam tangan kakak dengan erat, aku belum bisa menerima keadaan ini semua, tetapi papa menginginkan aku agar tetap stabil untuk tidak menangis tersedu-sedu..

“ikhlaskan kepergian kakak mu ve, kak ifah sudah sudah tentram dialam sana, sayang mu ke kak ifah lebih sayang lagi yang menciptakannya, jadi ya sudah , mari kita bergegas pulang, kita hantar kakak mu ke tempat yang selama ini di inginkannya”
“iya pa, ve tau…

Keesokan harinya semua hal keperluan pemakaman kak ifah pun sudah terlaksana semua, dimulai dari pemandiannya, sampai penguburan kakak juga sudah selesai, kini aku hidup sendirian, tidak ada lagi temanku dirumah, tidak ada lagi yang menemaniku di saat aku gundah gulana, hanya foto kak ifah lah yang menjadi motivasi hidup ku sekarang, foto yang dulunya dijanjikan kak ifah untuk tahun baru nanti, ya kami dulu memang sempat berjanji untuk foto keluarga di studio, tapi waktu berkata lain, Dia lebih menginginkan kakak untuk foto dialam sana.

Tanpa sadar aku terketuk beberapa menit kemudian melihat sepucuk kertas di meja belajar kak ifah, setahu ku tidak pernah ada kertas tertinggal di kamar ini, tanpa basa basi aku pun membuka kertas itu dan membacanya…

Dear ve adikku tersayang….
Kesedihan dan kesulitan itu ibarat noda di baju putih….
Yang pasti akan hilang ketika dicuci….
Bekas airmata juga kan segera hilang….
Pasti ada hari yang cerah, ada kamu yang menyilaukan…
Kegagalan itu tiada yang peduli….
Karena pasti ada hal yang menyenangkan disisimu…
Dan esok pasti akan ada yang menunggu…
Kakak mu ini hanyalah sebagian senyuman dan kesedihan yang ada pada dirimu,….
Dan kakak mu ini hanyalah manusia yang dititipkan untuk membuat hari-harimu berwarna…
Dan tak selamanya semua itu berlaku ve….
Ve, adikku yang kak ifah sayang, kakak harap, kamu menjadi mentari yang bersinar…
Disetiap awan mendung yang ada, yang mampu menyinari orang disekelilingnya…..
Jangan menjadi pelangi yang cerah, tapi warna itu tak tampak cerah melainkan kusam dimata orang disekelilingya…..
Kini waktu itu semakin dekat dengan kakak, tinggal menunggu berapa lama jemputan itu akan datang ke kakak….
Kakak tau ve, itu akan menjadi hal yang sangat berat bagimu, tapi kakak tidak bisa menahannya lagi…
Seyumanmu yang engkau goreskan ke kakak, sudah cukup kuat untuk kakak menahan penyakit ini ve….
Kakak harap kamu pun demikian adanya, kuat apabila kakak tidak bisa lagi bersama mu…
Jangan kecewakan papa dan mama, ingatlah janji yang telah kau ucapkan ke kakak…
Buat mereka bangga, walaupun terkadang ve kesal dengan papa dan mama……
Surat kecil inilah saksi terakhir yang ingin kakak sampaikan padamu, semoga ve bisa membacanya….
Kakak pun akan senang hati mengingat kisah keluarga kita di lain hari…..
Semoga surat ini bisa menjadi baju putih yang berbau mentari, yang selalu cerah apabila ve kenakan dikala sedih dan bahagia…
Dari kak ifah untuk ve tersayang, I Love you adikku, tetaplah tersenyum
-The End-

Sumber: http://www.cerpencinta.net/2014/08/surat-kecil-untuk-adik-karya-raden.html

Rabu, 09 September 2015

CERPEN IBU

KADO UNTUK IBUNDA
Cerpen Karya Nur Zahra Priharyati

Pagi yang cerah, terlihat anak-anak yang mulai berduyung-duyung menuju kelas masing-masing. Terlihat seorang gadis kecil yang manis lengkap dengan seragam sekolah dan tasnya menuju sebuah ruangan.
“Assalamualaikum...” sapa gadis itu ramah sembari memasuki kelas.
“Waalaikumsalam...” jawab semua murid yang berada diruangan itu sembari penasaran, terbelalak takjub dan penasaran.
“ha! Ada bidadari kesasar ya??!” celetuk salah satu murid.
“ih lebay amat lu.. biasa aja kali!..” yang lain menimpali.
“Masuklah...!” perintah seorang guru yang sedari tadi berada di ruangan itu.
“Anak-anak ini teman baru kalian dikelas ini..” Guru itu menjelaskan.
“Dinar.. perkenalkan dirimu pada teman-teman baru mu” tambah Guru itu.

Gadis itu menghampiri Pak guru dan menghadap teman-temannya memperkenalkan diri.
“Teman-teman, perkenalkan namaku Dinar. Pindahan dari SMA Taruna Bandung”
“oo anak Bandung, pantesan cakep kayak kembang.. hahaa!” celetuk seorang murid. Dan membuat kelas menjadi gaduh.

Pak gurupun mempersilahkan dinar untuk duduk. Ternyata Dinar duduk disebelah Dewi.
“Namaku Dewi..” Dewi memperkenalkan diri dengan ramah.

Dinar hanya tersenyum. Tanpa menjabat tangan Dewi sebagai tanda perkenalan. Waktu istirahat tiba, semua murid berhamburan keluar untuk istirahat. Beberapa murid datang menghampiri Dinar sekedar ngobrol dan berkenalan.
“Hai Dinar.. namaku Eva..” sapa salah satu murid dengan ramah. Namun lagi-lagi Dinar hanya tersenyum. Agak sedikit angkuh. Dinar berlalu begitu saja meninggalkan teman-teman yang ingin berkenalan dengannya.
“Apa-apaan sih anak baru itu! Kok angkuh banget..” kata Eva
“Anak bos kali jadi belagu!..” celetuk Dewi
“iya kali liat aja dari gayanya.. keliatannya sih oke, tapi belagu!” kata Dian
“kerjain aja yuk? Anak baru belagu gitu ga bisa dibiarin..!” tambah Selvi
“Gimana caranya..?!” sahut Eva
Selvi membisikan rencana untuk mengerjai Dinar, namun tiba-tiba bel masuk berbunyi. Semua murid memasuki kelas.

Pagi itu suasana sangat lenggang. Murid-murid belum memasuki kelasnya. Sebagian mengerjakan tugas pagi sebagian lagi ada piket. Namun tiba-tiba..
“DubraaakkkK!!...” suara kursi roboh
“Auuu.. sialan!! siapa nih yang ngusilin aku...?!” tiba-tiba Andre berteriak

Disudut lain ada empat gadis termangu. Kaget dan menyesal karena mereka salah sasaran. Namun tiba-tiba
“Andre... Andree..” Dinar datang menghampiri sambil bertepuk tangan. Tak lupa senyum kecutnya membuntuti
“pengen tau siapa..?! liat tuh biang keroknya..” jari lentik Dinar menunjuk ke arah persembunyian Eva, Desi, Selvi dan Dian.
“Dan perlu kalian tau ya!!.. IQ kalian itu masih jauh dibawah gue. Jadi gausah repot mau ngerjain gue segala.. hemh!! Stupid..” tambah Dinar dengan wajah sinisnya.
Dinar berlalu dari tempat itu.
Akhirnya terjadilah perselisihan antara Andre, Dinar, dan ke-empat orang temannya itu. Ketegangan itu berlangsung lama hingga ujianpun datang. Semua berlomba untuk menjadi nomor satu. Tapi memang harus diakui, Dinar memang nomor satu dan menjadi siswa terbaik di sekolah itu.
Dinar meneteskan air mata dan bergegas pulang saat mngetahui dirinyalah yang lulus dan menjadi nomor satu disekolahnya. Teman-temannya penasaran, bagaimana anak seangkuh dinar bisa menangis karena hal itu. Akhirnya Eva, Desi, Selvi dan Dian berinisiatif untuk mengikuti Dinar yang selama ini terlihat angkuh, sombong, pintar dan misterius itu.

Tak lama kemudian sampailah Dinar pada sebuah perkampungan. Asri namun terisolir.
“Lihat..!” Eva menunjuk pada sesuatu
“kok Dinar masuk gubug itu..?!!”

Ke-empat gadis itu tertegun heran. Dan pelan-pelan mendekati gubug itu. Terdengar suara terisak-isak dari dalam.
“Bunda.. lihat Bunda.. apa yang Dinar bawa untuk Bunda.. Dinar lulus dengan nilai terbaik Bunda.. Bundaa..!?” isak Dinar

Lalu Dinar membangunkan Ibunya yang terlihat sedang sakit parah.
“Di..na..r... Di..naar..” suara Ibu pelan nyaris tak terdengar.
“Bunda.. inikah yang Bunda inginkan dari Dinar..?! lihat bunda..” Dinar mulai menangis tak mampu menahan sedih melihat kondisi Ibunya yang memburuk. Tak lama kemudian Ibunya tersenyum.. memeluk buku rapor Dinar. Dan...
“Bundaa.. Bundaa...!!? bangun Bundaa.. bangunn..!?” teriak Dinar membangunkan Ibunya yang terpejam. Ternyata Ibunya telah tiada. Dinar menangis sambil memeluk Bundanya.
“Bundaa.. ini kado Dinar untuk Bunda.. mengapa Bunda tinggalkan Dinar..?! maafkan Dinar.. maafkan Dinar yang lebih mementingkan prestasi disekolah Bunda.. maafkan Dinar yang lalai untuk merawat Bunda selama Bunda sakit.. Dinar pikir ini yang Bunda inginkan dari Dinar.. maafkan Dinar bundaa..”
Dinar tersedu-sedu.

Melihat kejadian itu ke-empat temannya yang sedari tadi mengikuti Dinar pun ikut menangis. Mereka merasa kasihan pada Dinar. Mereka menyadari sekalipun mereka bermusuhan tetap saja Dinar adalah teman mereka yang sebenarnya membutuhkan suport dan dukungan dari teman-temannya. Perlahan merekapun mendekati Dinar.
“Maafkan kami Dinar.. Selama ini kami selalu berprasangka buruk padamu”
Ke-lima gadis itu saling berpelukan. Saling memaafkan dan melupakan segala kesalah pahaman yang pernah terjadi.
Dan kado untuk Bunda adalah sebuah maut. Penyesalan....
-THE END-
 
 
Sumber: http://www.cerpencinta.net/2014/07/kado-untuk-ibunda-karya-nur-zahra.html

CERPEN SAHABAT

7 WARNA PELANGI
Mereka Temanku Merekalah Warnaku
 
Cerpen Karya Khalisa & Khoerunnisa

Hujan mengguyur komplekku sore ini. Aku merasa sangat bersyukur, karena sejak tadi aku kepanasan luar biasa. Berada dalam perpustakaan pribadiku yang tak sengaja aku sulap menjadi gudang buku mengerikan. Bisa dibilang monster lautan buku. Sebenarnya itu tidak akan terjadi bila aku menyimpan novel-novelku secara teratur. Well,inilah akibatnya buku yang aku cari lenyap ke negri antah brantah.

“Bruukk”, beberapa buku terjatuh untuk kesekian kalinya
Salah satunya menimpaku dan itu sangat nyeri sekali. Saking kesalnya aku ingin melempar buku itu, tapi aku terkesiap setelah melihat lembaran yang terbuka tak sengaja. Disana photoku terpampang bersama teman-teman kelasku dulu kelas 9. Aku terkekeh melihatnya, tidak ada yang lucu sih sebenarnya. Serangkaina senyuman menghiasi wajah kami semua termasuk aku. Aku memandanginya selama 2 detik dan aku baru menyadari ada sesuatu yang aneh disana. Bibir lembutku tersenyum tetapi sorot mataku seperti bayi yang menahan tangisan. Redup. Mungkin aku tak terlalu menyadari waktu itu. Padahal aku berusaha untuk tidak terlihat aneh saat itu.

Hujan semakin deras,aku membawa buku itu ke teras dan duduk disana. Buku kenangan yang memang menyimpan beribu kenangan yang tak akan pernah terulang 2 kali. Karena setiap detiknya keadaan akan berubah. Aku menelusuri setiap wajah-wajah dengan telunjukku. Terkekeh sendiri setiap mengingat sesuatu. Melihat wajah mereka melihat juga kebersamaanku dengannya. Lembaran demi lembaranku buka. Kenangan demi kenangan ku gali. Senyumlebarku merekah setiap kumenemukan mereka. Aku memang punya banyak teman. Salah satunya mereka yang memberiku banyak hal untuk disimpan. Mereka dengan karakteristik yang berbeda. Mereka yang selalu mewarnai hari-hariku. Dengan warnanya masing-masing. Ini bukan berarti mereke adalah power ranger, ataupun sailor moon.

Yang pertama kali kutemukan adalah Aka. Sebenarnya diantara kami dialah yang memiliki semangat menggelora. Ajaibnya ketika suasana hati kami sedang tidak enak saat melihatnya kami pun tertular dengan cepat. Aura semangatnya itu sangat luar biasa. Dia juga salah satu orang yang paling berani diantara kami. Lelahnya kami hilang ketika melihat jiwanya yang begitu fresh. Seakan-akan letih pun bukan tandingannya. Kami senang berada didekatnya, dia juga tidak sungkan untuk membagi cinta murninya kepada semua orang. Dialah merah yang melambangkan keberanian dan cinta.

Yang kedua adalah Iro. Dia adalah orang yang paling memerhatikan kesehatan. Bisa terbayang kehigenisan dan pola makannya ? Dia pun pencinta olahraga. Teman kami satu ini juga suka sekali kesejahteraan. Sekalinya ada keributan dia tak mau tau. Iro ini sekalinya memiliki tujuan, ia tak segan-segan untuk mengejarnya. Bisa dibilang paling berambisi. Dia juga adalah orang yang sangat sayang kepada kami sebagai temannya. Aku masih teringat perkataannya waktu itu “Kalian salah satu hal pentingku”. Aku takjub padanya karena dia adalah teman kami yang kuat dan menguatkan kami untuk tetap sabar dan mencoba menghadapi kesulitan dalam bentuk apapun. Dialah jingga yang melambangkan kesehatan dan kekuatan.

Yang ketiga adalah Kirin. Bisa dibilang dia lebih muda dari kami karena bulan lahirnya yang nyaris menuju akhir tahun. Well, mudah sekali mengingatnya dengan wajah sepolos anak berusia 8 tahun. Sikapnya pun yang selalu ceria, gembira, dan kesenangan yang sepertinya abadi. Suasana hangat pun dengan mudahnya menyelubungi setiap sel-sel kami. Ditambah lagi dengan senyum manisnya yang menggemaskan. Walau terlihat seperti anak kecil, tak disangka dia memiliki pancaran seorang pemimpin hebat dalam jiwanya. Dialah kuning yang melambangkan keceriaan.

Yang keempat adalah Haru. Dia ini suka sekali mengajak kami pergi camping, hiking, ke perkebunan, ke vilanya. Pokoknya yang berbau alam dialah putrinya. Ya, memang sangat pas untuk menghilangkan penat kami sehabis ujian. Dia tak pernah kehabisan tempat untuk kami. Tak perlu disangkallagi bahwa dia memang menyukai keindahan, dan menyenangi alam. Teman kami ini sangat mengidam-idamkan sikap toleransi. Dia selalu membantu kami saat kami membutuhkan pertolongan, sangat murah hati, dan rendah hati. Aku suka dengannya karena dia juga selalu kukuh memegang prinsipnya sendiri. Dialah hijau yang melambangkan kelestarian, pengharapan, dan permintaan yang tulus.

Yang kelima adalah Sora. Ia adalah salah satu Ikhwan yang suka memberi masukkan dan solusi kepada kami. Saat itu dia adalah seorang ketua kelas dan akulah yang menjadi sekretarisnya. Sora ini mempunyai kesan menenangkan pada setiap tekanan darah, denyut nadi, dan tarikan nafasnya. Gerak geriknya pun sangat anggun dan luwes. Setiap langkahnya seperti menari-nari. Ia pun seorang yang artistik dan imaginatif. Makannya dia suka sekali kelas lukis terpancar sekali aura bahagia dalam dirinya, seperti hanyut dalam dunianya sendiri. Bila tak ada Sora kelas kami tak akan sedamai aliran sungai di pagi hari. Dialah biru yang melambangkan ruang kedamaian.

Dua terakhir ini adalah teman kembar kami. Walaupun mirip dalam sisi pandang, sangat mudah untuk membedakannya dari sikap dan sifatnya. Jadi kami tak pernah tertukar lagi setelah mengetahui itu. Yang keenam adalah Vio, dia ini seorang adik. Teman kami ini adalah orang yang sangat sederhana. Ia tidak terlalu menonjol kata sebagian orang, tapi kami tak sependapat. Dia sangat kami sayangi dan kami yakin Sang Pencipta selalu melihatnya. Dia sangat baik, keagamaannya yang tertanam erat dalam dirinya. Itu juga yang ditularkannya kepada kami teman-temannya,untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta. Dialah nila yang melambangkan kesederhanaan.

Tarakhir adalah Ven. Dia adalah kakaknya Vio. Ven bertolak belakang dengan adiknya. Dia memiliki aura aristokrat, dan dia populer. Ia agak misterius ya selalu menyendiri terkadang. Pribadinya luar biasa, tidak pernah ragu dalam menghadapi masa depan, apa yang ia kerjakan pun sangat baik hasilnya, ia pandai dalam mengikuti perkembangan zaman. Walaupun terdengar sangat hebat sampai-sampai saat itu banyak orang yang ingin mengetahui dirinya seperti apa, dia tetap bijaksana dan saling berbagi. Dia tak menjadi sombong. Suatu waktu pernah aku memergokinya sendirian, karena memang dia tidak ada dikelas dan aku tak sengaja menemukannya. Di taman sekolah kami ia duduk melihat langit, bola matanya yang hitam bulat, pipinya yang merona, dan bibir merah mudanya yang lembut. Tak tau dia menyadari keberadaanku atau apa tetapi dia menghampiriku.Dan dia berkata, “Terkadang aku ingin seperti Vio, kesederhanaannya memikat hatiku. Aku takut menjadi sombong dan tak mengenal siapa diriku. Aku takut kalian menjauhiku”. Rahangku kaku saat itu, ternyata itulah selama ini yang ia pikirkan. Dia melindungi hubungan kami. Aku membalas pernyatannya itu, “Percayalah Ven ini adalah nikmat,bukan cobaan-Nya. Jadi syukurilah jangan ditakuti”. Dialah ungu yang melambangkan kemewahan.

Aku benar-benar bersyukur pada-Mu, Kau telah menciptakan mereka, temanku yang Kau pertemukan padaku. Itu sangat sempurna sekali. Walau aku dan temanku terpisah, tapi kami tetap berada dalam satu jalan. Yaitu jalan-Mu. Aku yakin kemana kami melangkah Engkau akan selalu menemani kami.

Inilah kisahku sebagai Niji atau kalian bisa menyebutnya Pelangi.

Persahabatan yang dilandasi kesucian, mengantarkanmu menjadi seorang dari mereka. Meski engkau ini batu atau pualam, kau akan menjelma menjadi permata.
-Jalaludin Rumi -
 
 
Sumber : http://www.cerpencinta.net/2015/03/7-warna-pelang-karya-khalisa-khoerunnisa.html

CERPEN AYAH

PENYESALAN
Cerpen Karya Sonia Wulandari

Setiap anak pasti mencintai dan menyayangi ayahnya. Ayah itu sendiri mempunyai tugas untuk mengajarkan kepada anaknya mengenal realita, dan kerasnya dunia. Tapi, hal itu sangat bertolak belakang denganku. Aku sangat membenci ayahku.

Waktu itu aku berumur 6 tahun. Ayah sering mabuk-mabukkan dan sering berjudi. Ia banyak berhutang pada orang lain. Sehingga ibuku yang harus pontang panting membayar hutang ayahku kalau kami tidak membayar nya depkolektor itu tak segan-segan memukul ibu dan aku serta mengacak-ngacak rumahku. Ibu tak pernah pantang menyerah untuk bekerja membayar hutang ayah. Sedangkan ayah kerjanya hanya berjudi dan mabuk-mabukkan. Ia sama sekali tak pernah memikirkanku yang terpaksa putus sekolah karna tak mampu bayar uang sekolah dan ibu yang bekerja keras hingga ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

Aku sangat terpukul atas meninggal nya ibu. Sehingga aku menyalahkan ayahku yang sudah membuat ibu sakit serta tak ada perhatian nya sama sekali pada kami. aku sangat membencinya. Bahkan aku berharap ayah cepat meninggal dan tidak menyusahakan ku lagi.
Api kebencianku untuknya belum juga padam hingga umurku 25 tahun. Ayahku sudah mulai renta tak berdaya. Aku tahu ia sudah berubah. Ia sudah tahu agama. Ia juga lebih perhatian padaku. Tapi, menurutku. Itu belum cukup menebus dosanya. Kesalahan terbesar yang membuatku tak mempunyai ibu yang selalu menyayangiku lagi.

Aku tahu perbuatanku ini keterlaluan. Tapi, aku tak perduli orang mau berkata apa tentang sikapku pada ayah. Mereka tak tahu mengapa aku berbuat seperti itu pada ayah!. Kalau mereka tahu, mereka akan berbuat sama sepertiku. Bahkan mereka lebih memilih tak mengakui orang itu dan mengusirnya dar kehiduannya.

Aku dulu sempat berpikir seperti itu. Aku ingin mengusirnya sehingga aku tak perlu lagi melihatnya. Tapi, rasa kasihanku muncul untuk membiarkannya tinggal dirumahku. Itupun hanya tinggal selebihnya tidak!. Aku tak ingin memberinya uang. Ia bekerja sendiri dan menghasilkan uang sendiri. Samapi sekarang pun aku tak tahu ia bekerja apa sehingga mampu menghasilkan uang. Aku tak perduli. Ia boleh berbuat apa saja asal itu tak menggangguku.
“malam sekali kau baru pulang nak!?. Pasti kau capek!. Ini ayah sudah membuat minum untukmu.!”kata ayah meletakkan teh di meja yang aku duduki.
“ayah tak perlu membuatkan minum untukku. Aku bisa membuatnya sendiri!” bentakku lalu pergi meninggalkannya.
Setiap aku meihatnya, ntah kenapa bayang-bayang masa kecilku yang pahit kembali muncul diotakku. Aku membencinya ketika ia lewat didepanku. Aku membencinya ketika ia menyentuhku, berbicara padaku. Semua tentangnya. Aku sangat membencinya.

Hari ini aku baru pulang dari kantor ingin langsung melepas penatku dan langsung tidur. Tapi semua itu terganggu karna ayah meminta tolong padaku untuk membelikannya obat. Dan tentu saja aku menolaknya. Sayang tenagaku terbuang sia-sia hanya untuk membelikannya ntah obat apa?!!.
“beli saja sendiri yah!. Aku capek seharian harus bekerja!”
“tolong nak, uang cash ayah telah haabis, kalau harus ke atm jauh.”
“usaha yah.!. ibu saja tak pernah pantang menyerah bekerja, tapi uangnya tidak dinikmatinya melainkan untung membayar semua utang ayah. Dan itu berlangsung sampai ia meninggal.”
“yasudah, kalo kamu tidak bisa!”katanya lalu pergi meninggalkanku.
Seminggu kemudian dai kejadian itu. Pagi ini aku akn berangkat kerja. Tapi aku tak melihat ayah pagi ini. biasanya ia selalu mondar mandir di depanku. Mungkin ia dikamarnya. Aku langsung pergi kekantor tanpa melihatnya. Aku tak perduli padanya.

Sepulang dari kantor. Aku melihat banyak orang yang berkumpul dirumahku. Ada apa ini? apa ayah membuat masalah?. Secepat mungkin aku berlari menuju rumahku.
“andre, kau dari mana saja?!”kata pak RT menghampiriku ketika aku tiba di halaman rumah.
“ada apa ini pak?”kataku mulai khawatir.
“apa kam tidak melihat bendera kuning itu?!”katanya menunjuk arah bendera.

Bendera kuning? Bukankah itu tanda?! , , oh tuhan ada apa ini?!!.
“yang sabar ya nak!, kini ayahmu telah tenang disisi allah .”

Mendegar itu air mataku tiba2 jatuh. Aku langsung bergegas memasuki rumah. Aku mendengar banyak orang yang membaca yasin dan dapat kulihat ayahku sudah terbaring kaku ditengah kerumunan. Seluruh badannya tertutupi kain putih. Kupegang tubuhnya yang kaku dan dingin. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat wajahnya dengan jelas. Hatiku terasa sesak dan diselimuti rasa bersalah. Ini semua salahku. Aku tak pernah tahu apa sakitnya sehingga membuatnya meninggal. Aku mendengar dari tetangga bahwa ia mempunyai usus buntu yang kronis. Ia sangat suka makan mie. Dan aku tahu alasannya, karna akku tak pernah melayaninya, aku tak pernah memasak untuknya padahal selama ini ia selalu mengatur apa yang kumakan ia juga selalu menjaga kesehatanku.

Aku tak ingin memalingkan wajahku darinya. Aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya. Aku ingin melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya. Aku ingin melihat wajah orang yang aku benci selama ini. dulu aku berharp ia cepat mati tapi sekarang aku berharap ia bangun dan melihatku lalu berkata padanya “aku minta maaf ayah !”. aku sungguh menyesal. Kini aku bukan hanya tak punya ibu. Tapi kini aku juga tak punya ayah lagi!. Aku hidup sendiri di dunia ini.

Sudah 2 minggu ayah meninggal. Tapi aku selalu diselimuti rasa bersalah. Aku selalu berada dikamarnya. Disini masih terasa aroma khas tubuhnya diselimut, baju dan semua barang miliknya. Aku melihat sepucuk surat dalam dokumen2 milik ayah. Dan betapa terkejutnya aku melihat isi dokumen itu. Beberapa surat tanah. Dan sertifikat rumah di kawasan kelapa gading. Ia juga mempunyai yayasan panti sosial. Tapi semua ini mengapa atas nama ku ? aku benar2 tak tau menau soal harta ini. apa ayah, , ,? Ya ampun, selama ini ayah bekerja dan berhasil mengumpulkan ini semua.

Lalu aku membaca sepucuk surat yang ayah tinggalkan. Air mataku bertambah deras membaca kata demi kata surat terakhir ayah. Curahan hatinya yang tertuju padaku. Tidak ada rasa kecewa sedikitpun darinya untukku. Padahal selama ini aku memperlakukannya tidak pantas. Tapi semua sudah tak ada gunanya. Penyesalan memang datang terlambat. Bila ku merasa bersalah padanya. Aku harus berdoa untuknya agar ia tenang dialam sana. Hal terakhir yang ingin kuucapkan hanyalah “maafkan anakmu ini, aku tahu semua ini tak cukup untuk menebus kesalahanku, aku akan selalu mendoakanmu dari sini”.

surat !!

Teruntuk jagoan ayah, Andre.
Jagoan ayah yanh paling ayah sayangi, maafkan ayah harus meninggalkanmu terlebih dahulu dan tidak dapat melayanimu lagi, mulai sekarang kamu harus bisa jaga kesehatan mu sendiri yaa?  jangan sampai sakit.

Maafkan ayah karna dulu telah melantarkan kalian berdua, ayah dulu sangat prustasi akibat perusahaan kita yang bangkrut. Ayah juga sangat terpukul telah kehilangan tulang rusuk ayah yaitu, ibumu tercinta. Ayah tahu kamu menyalahkan ayah karna sudah sepantas nya kamu seperti itu. Bahkan ayah bersyukur kamu mengizinkan ayah tinggal dan hidup bersamamu.

Ayah sangat mengerti perasaan kehilangan karna diusia seperti itu, kamu sudah tak mempunyai ibu yang memberiku kasih sayang yang tulus. Terlebih lagi ibumu meninggal karna sakit-sakitan akibat kelelahan bekerja membayar hutang yang ayah sebabkan dulu.

Ayah mengerti jika kamu tak memaafkan ayah, tak mau melihat ayah, dan tak mau ayah menyentuhmu, mungkin kamu tak mau tangan ayah yang telah membunuh ibumu menyentuh tubuhmu. Tapi, ayah memohon padamu. maafkan ayah andre.

Nak. Ayah sudah berubah demi kamu. Ayah sudah belajar tentang agama dan bertanggung jawab atas semua tindakan ayah dulu. Tapi, apakah ayah masih memiliki kesempatan itu? Maukah kamu memberi kesempatan itu? Mungkin, kamu butuh waktu ubtuk menjawabnya, ayah mengerti.
Ayah sudah bekerja nak, dan meninggalkan sedikit demi sedikit uang untukmu menikah dan membina rumah tangga kelak. Ayah tak mau kamu merasakan kesusahan seperti dulu lagi nak. Gunakan uang itu dengan sebaik-baiknya. 

Kalau kamu menjadi suami dan seorang ayah. Ayah minta kamu tak jadi seperti ayah. Kalau hal itu terjadi, ayah tak akan memaafkan diri ayah sendiri. Jadilah seorang suami dan ayah yang bertanggung jawab serta penuh kasih dan cinta. Serta carilah seorang istri yang berhati mulia seperti ibumu yang selalu ada disaat suka maupun duka.
Hanya itu yang ayah pesan sama kamu dan ucapan maaf ayah padamu.

Waktu kamu membaca surat itu. Ayah mungkin tak ada lagi disampingmu melainkan ayah ada diatas sana selalu mengawasimu serta berada dihatimu. Sekali lagi ayah minta maaf atas semua kesalahan ayah yang sangat fatal.
Please, I can just say to you “sorry” for may false

Dari ayah yang hina ini.

-The End-



 Sumber : http://www.cerpencinta.net/2015/03/penyesalan-cerpen-karya-sonia-wulandari.html

CERPEN

PENANTIAN YANG TAK BERUJUNG
Cerpen Karya Krismayanti
"Sial! Kenapa harus kamu yang aku pikirkan! Padahal aku sudah tau kalau Kamu mencintai oranglain! Aku benci keadaan seperti ini tuhan! Dimana aku mencintai seseorang yang tidak pernah mencintaiku" 
"Aku benci kamu tapi aku mencintai kamu" berkali kali kata itu mengguncang dipikiranku! Entah bagaimana bisa melupakannya, mungkin beribu ribu tahun bahkan berjuta juta tahun aku baru bisa melupakannya! But it's impossible, maybe!
"Damn! Kenapa disetiap detik,menit,jam, bahkan hari aku selalu memikirkanmu" gumamku kesal. "Why shilla why? Kenapa harus memikirkan seseorang yang sangat amat tidak penting bagiku! Tuhan ingin rasanya aku amnesia, biar aku lupa semuanya bahkan tentang dia!". "Woy, pagi pagi udah emosi, kenapa?" Kata dinda menghampiri aku yang sedang duduk dibangku kelasku. "Enggak". "Okelah,aku gak akan kepo, takut dibanting kursi sama kamu, haha" sahut dinda pergi meninggalkanku. 
Dear Diary
07 Agustus 2014
Benci, aku benci dia tuhan! I hate you but i love you! Kenapa harus seperti ini tuhan???? 
Aku menghentikan gerakan tanganku yg sedang menulis di buku diary, lalu menutup buku diary ku, sejenak aku keluar dari kelasku yang amat berisik karena guru yg harusnya memasuki kelas tetapi tidk masuk karena ada keperluan, dan langkah kakiku membawaku keluar kelas dengan membawa perasaan yg berkecambuk marah dan sedih ku tundukkan kepalaku agar orang lain tidak mencurigaiku, tiba tiba diluar kelas seseorang menghentikan langkahku. Pelan pelan aku mengangkat kepalaku yg tertunduk dan sial! Ternyata orang itu adalah org yg aku cintai. "Hey, kamu kenapa? Kelihatannya kamu lagi sedih? Apa kamu sakit?" Tanya farel bingung. Aku tak menjawabnya, aku hanya diam saja, rasanya mataku ingin mengeluarkan air mata dihadapan dia dan berteriak sekencang kencangnya bahwa aku mencintai dia, but impossible! "Hey kenapa diam saja? Kenapa melamun? Kenapa gak menjawab pertanyaanku?" Sambung farel kebingungan. aku  menghiraukan pertanyaan farel yang semakin membuatku ingin benar benar menjatuhkan air mata. Aku pun pergi berlari meninggalkan dia, aku berlari ke suatu ruangan yg tidak ada tanda tanda kehidupan di dalamnya. Aku menangis sekuat kuat nya, beribu pertanyaan berkecambuk di dalam pikiranku. Kenapa sih harus bertatap muka sedekat itu? Kenapa harus bertemu secara langsung? Kenapa kamu seolah olah care sama aku? Itu bikin aku semakin sakit hati! Semakin susah utk melupakanmu, dan semakin membencimu. "Aku tak mungkin selamanya seperti ini, aku pasti bisa move on pasti bisa! Aku yakin sangat yakin! Mana shilla yg selalu cerewet, mana silla yg selalu nyebelin, mana shila yg selalu ceria, sahabat sahabatmu merindukan sosok dirimu yg dulu shilla". Aku mendengar suara langkah kaki seseorang, suara langkah kaki itu mulai mendekat ke ruangan dimana hanya ada aku didalamnya, dan tak lama kemudian dia masuk. Segera aku menghapus air mataku. Dan sial! Seseorang yg memasuki ruangan itu adalah farel. "Shilla? Ko' kamu disini? Tdi dari luar aku denger kyk ada yg nangis, kamu nangis shill? Kenapa?" Tanya farel kebingungan. Aku hanya diam saja, tak lama aku pergi meninggalkan dia tanpa kata sedikitpun. "Kenapa disetiap waktu kamu selalu ada? Kenapa?" Gumamku dalam hati berlari dan kembali masuk ke dalam kelas. "Yaelah masih berisik aja ini kelas" gumamku dalam hati sambil menghampiri bangkunya. "Hey shil, dari mana aja? Eh mata kamu kenapa sembab gitu? Kayak yg udh nangis! Apa kamu nangis shill? Kenapa?? Oh iya, tdi ada yg nanyain kamu" kata dinda menghampiriku dan duduk disampingku. "Itu abis dari toilet, Gak ko' kata siapa mata aku sembab, masa seorang shilla nangis?? Apa kata dunia kalo seorang shilla cerewet nangis, ada ada aja kamu din, oh Siapa?". " dih shilla lebay, hahaa, Tuh si farel, katanya kamu kenapa? Kayak ada yg berbeda gak seperti biasanya" kata dinda mengernyit. "Oh" jawabku cuek. "Tanggapan mu hanya 'OH' saja? Menyebalkan! Okedah aku nyerah, kali ini aku yg mau nanya sama kamu!, kenapa shill? Kok jadi mendadak pendiem? Secara gitu biasanya kamu yg paling gk bisa diem di kelas??" Tanya dinda. "Enggak kok gak papa, lagi sedikit pusing aja, kecapean mungkin atau kurang tidur" jawabku lemas. Dinda menyentuh keningku, memastikan kalau aku sakit atau enggak "bohong kamu, badan kamu gk panas, udahlah jgan bhong shilla, jgn jdi drama queen deh" kata dinda. "Yaelah ni anak kepo, enggak kok cuman lgi pusing aja beneran deh" jawabku berbohong. "Yaudah aku nyerah, yg pasti aku tau kamu lagi bhong" sahut dinda memastikan. "Maaf din, aku belum bisa ceritain ini sama kamu, aku gk mau bahas masalah hati yg gk penting ini, maaf aku bhong sama kamu din, makasih udh care sama aku" gumamku dalam hati tersenyum. 
"Teeett teettt teeett" bel istirahat berbunyi. Dinda mengajak aku sarapan siang ke kantin, tak usah berpikir panjang, aku langsung meng iya kan ajakan dinda. "Din kantin yuk, sarapan" kata dinda mengajakku. "Ayo ibu negara" jawabku semangat. "Yahh bagian mau kekantin semngat banget. Shilla shilla, sahabat paling sengklek deh" sahut dinda ledek. "Biarin".
Kantin memang cukup jauh dari kelasku, aku harus melewati beberapa kelas dan anak tangga. Dengan santai aku dan dinda berjalan. Tiba tiba diujung sana terlihat seseorang yg perlahan lahan menghampiri aku dan dinda, sial itu farel. "Mudah mudahan dia cuman lewat, mudah mudahan dia gk nanya sama aku. Aku lagi gak mau bertatap muka atau berbicara dengan dia, tolong tuhan help me" gumamku dalam hati cemas. "Hey farel, mau kemana?" sahut dinda menyapa farel. "Eh dinda sama shilla, mau ke ruang guru nih" jawab farel. "Sial! Dinda malah menyapa dia. Dasar dindaaaaaaaa" teriakku dalam hati sambil mencubit tangan dinda. "Awww. Shilla apa apaan nyubit segala, sakit tau! Kenapa sih" sahut dinda kesal. "Hehe, enggk yuk ah ke kantin, nanti keburu bel masuk din," ajakku kesal. "Shill, kenapa gak nyapa aku? Knp agak berbeda sama aku? Apa aku salah?" Duar pertanyaan itu membuatku kaget seakan akan jantungku berhenti "memang kamu salah, kamu salah mencintai seseorang, aku mencintai kamu, tp kamu? Entahlah"jawabku dalam hati. "Hey kenapa melamun?" Tanya farel bingung. "Yuk din ke kantin" aku pun segera meninggalkan farel. Aku sedikit menoleh kebelakang, aku melihat dia hanya terdiam melihatku yg lambat laun semakin menjauh dari pandangannya. "Shill kenapa sih kamu sama farel? Biasanya deket banget sama dia, biasanya kalo ketemu sama farel kamu suka mendadak berisik nyapa dia?" Tanya dinda bingung. "Enggak ko" jawabku singkat. 
Tak lama, aku dan dinda kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi. Ditengah perjalanan menuju kelas aku kembali bertemu dengan farel. "Oh tidak! Kenapa harus bertemu kembali? Tuhan aku malah semakin tak sanggup untuk menjauh darinya" gumamku dalam hati. "Din, kamu jangan nyapa atau senyum ke farel ya, awas aja kalo dilakuin cubit keras nih" kataku mengancam. "Oke siap ibu RT laksanakan. Galak amat" jawa dinda. "Oke. Awas ya". Aku dan dinda sedikit memalingkan wajah saat berseling dengan farel. Terlihat raut muka farel kebingungan, mungkin dalam hatinya ia bertanya tanya, tapi bodo amat lah. Aku sudah tak memperdulikannya lagi. aku sempat berpikir, apa aku harus pindah sekolah aja ya? Tak mungkin rasanya melupakan dia jika harus bertemu setiap hari seperti ini, tapi apa mama mengizinkan? Entahlah. "aku coba buat biacara baik baik sama mama dengan alasan apapun akan aku coba semangat shilla" gumamku dalam hati.
Bel pulang pun berbunyi. Siswa siswi yg berada disekolah berhamburan keluar dari kelas kelasnya. Aku dan dinda sejenak berdiam diri dikelas untuk sekedar menikmati Wi-Fi. "Din, aku ada niatan mau pindah sekolah". "What? Shill beneran? Kenapa? Ko' pindah??" Sahut dinda kaget. "Aku mulai gak betah sama suasana sekolah ini, aku udh gk merasa nyaman". "Yah, terus aku sama siapa dong kalo gk ada kamu?" Tanya dinda sedih. "Ada masih banyak yg mau berteman sama kamu dinda". "Iya, tpi gk ada sahabat sehebat kamu, sekuat kamu, senyebelin kamu, segalak kamu, sesengklek kamu shilla" kata dinda. "Dih lebay kamu -__- udh ah kita pulang yuk din" ajakku. "Ihhh, yaudah deh" jawab dinda sebal. 
"Assalamualaikum, mama papa aku pulang" teriakku menyapa "Eh anak mama pulang" kata mamaku sambil mengusap kepalaku. "Mama aku mau bicara penting sama mama boleh?". "Mau bicara penting apa sayang?". "Ma, aku ingin pindah sekolah yah, aku udh gak betah sekolah disana, udh gak nyaman pokonya". "Loh ko? Kenapa gak nyaman? Mama perhatiin kamu baik baik aja sekolah disana?". "Enggk mama, aku pokonya udh gak betah disana, pgen pindah aja, boleh ya mama sayang". "Oke, kalau memang itu mau kamu, mama turutin asal disekolah baru kamu bisa betah ya". "Yess, makasih mama sayang iya mama janji bakal betah disekolah baru nya" kataku semangat. 
Dear Diary
08 agustus 2014
makasih mama udh ngizinin aku pindah sekolah, maaf ma aku berbohong sama mama, padahal aku betah banget sekolah disana, tpi apa boleh buat aku mencoba melupakan seseorang yg amat sangat aku cintai. Mungkin ini jalan yg terbaik untukku dan untukmu farel mungkin sekarang kita terpisahkan, tetapi suatu saat nanti kita akan kembali bersama. Insya alloh.
The End
 
 
Sumber : http://www.cerpencinta.net/2015/03/penantian-yang-tak-berujung-karya.html